MALANGVOICE – Bank Pengkreditan Rakyat (BPR) masih mendominasi angka likuidasi di dunia perbankan. Hal ini terungkap saat Media Workshop bertajuk Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dalam Menjaga Stabilitas Keuangan, Selasa (12/9).
Bertempat di The Shalimar Boutique Hotel, LPS mencatat, pada tengah semester 2017 ini saja sebanyak 81 bank yang berbasis di berbagai daerah dilikuidasi. Pencabutan izin itu menyasar satu bank konvensional, 75 BPR konvensional, dan sisanya BPR syariah.
Direktur Group Pengelolaan Operasional LPS, Hary Prasetya, menyebut, alasan likuidasi itu beragam. Meski demikian, mayoritas pencabutan izin disebabkan adanya fraud atau kecurangan yang dilakukan oknum pengurus bank.
“BPR yang bermasalah, selain faktor fraud juga ada faktor lemahnya pengawasan. Jumlah BPR ini kan sangat banyak, bahkan sampai pelosok daerah. Di sini peran BI (Bank Indonesia) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sangat dibutuhkan untuk mengawasi, namun tetap sulit menjangkau keseluruhan,” ungkapnya.
Meski demikian, dia tetap menyesalkan adanya fraud di dunia perbankan. Dia menegaskan, jika fraud tidak terjadi, potensi berkembangnya BPR amat tinggi, karena mayoritas BPR yang dinyatakan likuid ini bukan disebabkan persaingan.
Sementara, Ketua Yayasan DPD Perhimpunan Bank Pengkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Jatim Luluk Indrayani, mengakui, adanya oknum pelaku fraud amat mencoreng citra BPR. Dia bahkan mengutip peribahasa nila setitik, rusak susu sebelangga.
“Padahal juga masih ada ribuan BPR yang memiliki integritas. Kami akan lebih tertib dalam meningkatkan sumber daya agar terjadi fraud di kemudian hari,” tandasnya.
Selain itu, pihaknya juga menggandeng instansi terkait seperti OJK untuk mengantisipasi adanya oknum pelaku fraud. Sertifikasi pengurus BPR mulai diterapkan secara masih.
“Untuk jadi direktur dan komisaris wajib bersertifikat. Jadi harus ada fit and proper tes dari OJK lebih dulu. Sehingga, harapannya BPR tumbuh dan berkembang, tidak ada lagi fraud,” pungkasnya.(Coi/Aka)