MALANGVOICE – Kemacetan disebabkan kurangnya infrastruktur? Atau indisipliner pengguna jalan? Atau kekurangan transportasi umum yang nyaman dan efektif?
Jika membahas soal macet di Kota Malang, maka ada dua faktor utama yang harus diperhatikan. Menurut pakar perencanaan wilayah kota bidang transportasi, Dr Ir Agus Dwi Wicaksono, kemacetan disebabkan dua hal pokok, yaitu volume dan kapasitas.
Faktor volume berkaitan dengan arus kendaraan. Setiap tahun, pertumbuhan kendaraan seperti mobil dan sepeda motor lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan jalan yang tersedia. Menurutnya, masyarakat cenderung memilih kendaraan pribadi karena lebih fleksible, cepat dan nyaman.
“Transportasi umum dianggap kurang memberikan kenyaman, tidak fleksible juga. Maka pantas saja kalau masyarakat beralih ke kendaraan pribadi,” paparnya saat ditemui MVoice di kantornya.
Selain itu pada jalan-jalan tertentu seperti Soekarno Hatta, contohnya, sering macet karena banyaknya arus. Arus dibedakan menjadi dua macam, arus lokal dan arus menerus. Arus lokal artinya kendaran yang lewat di jalan itu memang memiliki tujuan di suatu tempat disekitar jalan itu. Sedang arus menerus, adalah kendaraan yang lewat ke suatu tempat namun harus melewati Suhat terlebih dahulu. Misal, dari pasar Blimbing ke Dieng, atau dari pasar Blimbing ke Dinoyo, mau tidak mau, jalan Suhat adalah jalur tercepat.
“Nah, masalahnya adalah arus yang paling banyak lewat di sekitar jalan Suhat adalah arus menerus alias yang sekedar lewat saja. Semua kendaraan dari berbagai wilayah menumpuk disitu, ibarat pembulu darah, kendaraan itu seperti sel kolestrol menyumbat yang lain,” tambahnya lagi.
Ia melanjutkan, penataan dan struktur kota Malang memang bermasalah sejak awal. Jalan alternatif kurang, sehingga banyak terjadi penumpukan kendaraan di ruas-ruas jalan tertentu.
Selanjutnya dijelaskan, faktor kapasitas berkaitan dengan ruas dan lebar jalan. Dibuat selebar apapun jalan di Kota Malang, kapasitas jalan tetap saja akan berkurang ketika ada kendaraan yang berhenti sembarangan, mobil parkir di pinggir jalan sembarangan, motor belok masuk ke gang, belum lagi PKL yang semakin menjamur, wisata kuliner dimana-mana sehingga parkiran motor meluber ke badan jalan dan sebagainya. Hal demikian membuat jalan yang seharusnya lancar menjadi macet.
“Jika ingin macet diselesaikan, maka dua faktor itu harus ditangani. Percuma ketika pemerintah melebarkan jalan, tapi tidak diimbangi dengan pengendalian arus. Ya ujung-ujungnya masih macet. Sekarang masih segini macetnya, entah 5-10 tahun lagi, kalau tidak tangani, bisa seperti Jakarta,” tandasnya