Akademisi UB: Jalan Tembus Jadi Kebutuhan Mobilitas Kota Malang

MALANGVOICE – Akademisi Universitas Brawijaya (UB) Prof. Mangku Purnomo menegaskan kebutuhan jalan tembus di Kota Malang sudah mendesak. Pernyataannya itu menanggapi pro dan kontra rencana pembangunan jalan penghubung di RW 12 Perum Griyashanta, Kelurahan Mojolangu.

Menurut Prof Mangku, keberadaan jalan tembus mampu meningkatkan nilai ekonomi kawasan, memperlancar mobilitas, dan membuka peluang pertumbuhan baru di berbagai sektor.

Lapas Malang Serahkan Anggrek “Dendrobium Agus Andrianto” di FLOII Expo 2025

“Kalau Malang mau jadi kota maju, konektivitasnya harus dibuka. Mobilitas warga jadi lebih mudah, ekonomi juga ikut tumbuh. Jalan tembus itu bukan sekadar proyek, tapi kebutuhan kota besar,” tegasnya, Senin (28/10).

Dari sisi ekonomi, ia menilai keberadaan jalan tembus justru membawa banyak manfaat. Nilai properti naik, dan aktivitas usaha di sekitar jalur baru bisa berkembang pesat.

“Kalau rumah saya dilewati jalan umum, justru bagus. Nilai tanah meningkat, peluang usaha terbuka. Ini bukan kerugian, tapi peluang ekonomi,” tambahnya.

Rencana pembangunan yang dimaksud berada di antara RW 12 dan RW 9 Mojolangu, menghubungkan kawasan Candi Panggung dengan Griyashanta. Jalur ini disebut akan menjadi akses alternatif untuk mengurai kepadatan di koridor utama seperti Jalan Soekarno-Hatta (Suhat) dan Dinoyo.

Prof Mangku mencontohkan, jalur baru dari Jalan Candi Panggung hingga kawasan Vinolia kini mulai dibuka, dan ke depan ditargetkan tembus ke sisi belakang Perumahan Griyashanta.

“Kalau akses itu terhubung, lalu lintas bisa lebih lancar. Bahkan idealnya bisa terkoneksi sampai ke Polinema. Ini bagian dari perencanaan kota yang visioner,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengingatkan pentingnya dialog antara pemerintah, pengembang, dan warga. Sebab, pembukaan jalan baru kerap menimbulkan penolakan dari sebagian warga perumahan yang khawatir lingkungannya terganggu.

“Masalahnya sering di situ. Ada perumahan yang tidak ingin jalannya dilewati orang luar, padahal mereka juga melewati jalan umum di tempat lain. Kalau semua ditutup, ya nggak mungkin. Harus ada kesepahaman bersama,” tutur Mangku.

Prof. Mangku menegaskan, pembangunan jalan penghubung harus dilihat sebagai bagian dari strategi menjadikan Malang sebagai kota metropolitan. Karena itu, kebijakan infrastruktur tak boleh tersandera kepentingan lokal semata.

“Jalan tembus adalah kebutuhan kota. Tapi tetap harus disertai dialog agar semua pihak merasa diuntungkan,” pungkasnya.(der)

Berita Terkini

Arikel Terkait