MALANGVOICE- Sejumlah aktivis menggelar aksi di depan Balai Kota Malang, Rabu (13/8) siang. Mereka meminta Pemkot Malang menertibkan penggunaan plastik sekali pakai.
Aksi yang dimotori organisasi lingkungan Ecoton ini bahkan sampai memakai baju hazmat dan patung yang diisi banyak sampah plastik sekali pakai. Menandakan plastik sekali pakai sangat berbahaya bagi lingkungan karena sulit terurai.
Warga Tlekung Terusik Persoalan Klasik Bau Sampah dan Pencemaran Air Lindi TPA
Divisi Edukasi Peneliti Ecoton, Alaika Rahmatullah mengatakan, banyak temuan akibat bahayanya pencemaram mikroplastik.
Dalam penelitian Ecoton di wilayah rentan Malang, termasuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA), timnya mengambil sampel darah dan plasenta ibu hamil. Hasilnya, ditemukan mikroplastik pada plasenta dan cairan ketuban dengan kadar rata-rata 15 partikel per sampel.
“Penelitian lain juga menunjukkan bayi lebih rentan mengonsumsi mikroplastik dibanding orang dewasa. Partikel ini ditemukan di usus, ginjal, hingga paru-paru,” ujar Alaika di sela aksinya.
Selain itu, Ecoton menemukan fakta bahwa udara di Malang mengandung sekitar 50 partikel mikroplastik setiap dua jam. Sumber utama pencemaran ini, kata Alaika, berasal dari sampah plastik yang dibuang sembarangan, termasuk ke Sungai Brantas.
“Di daerah Muharto, Kedungkandang, setiap pagi dan sore, warga membuang sampah ke sungai. Dari 40 titik timbunan sampah di bantaran sungai yang kami teliti, hampir 70 persen adalah plastik atau kresek,” ungkapnya.
Bahaya dari pencemaran mikroplastik itu bisa menimbulkan masalah penyakit serius. Alaika menyebut contoh paling parah sampai potensi kanker. Selain itu gangguan hormonal hingga melemahkan sistem imun, terutama pada anak-anak.
Karena itu, Alaika menegaskan perlunya aturan yang membatasi pemakaian plastik sekali pakai. Daerah yang sudah sukses menerapkan itu seperti Surabaya dan Bali.
“Sebelum ada baku mutu nasional, Malang harus punya perda pembatasan plastik sekali pakai,” katanya.
Ecoton bersama organisasi Marapaimo dan Aksi Buruh UB, serta akademisi dari UB, UM, ITN dan UIN Malang, saat ini tengah menyusun naskah akademik untuk mendukung perda tersebut. Draft awal sedang digodok dan akan menggelar audiensi dengan Komisi C DPRD Kota Malang.
“Solusinya jelas, batasi akses plastik sekali pakai, dorong penggunaan alternatif seperti tumbler dan wadah makan yang dapat digunakan berulang,” tandasnya.(der)