MALANGVOICE – Nilai-nilai tradisi yang tumbuh dari kearifan lokal memilliki peranan signifikan dalam upaya pelestarian sumber air. Sistem yang diturunkan secara turun temurun ini, membentuk pengetahuan dan kepercayaan kolektif masyarakat. Manifestasi itu diaktualisasikan pada pranata sosial dalam menjaga keselarasan dengan alam.
Hal itu tercermin pada masyarakat Kelurahan Songgokerto, Kota Batu saat peringatan Hari Air Sedunia 2022 yang jatuh pada 22 Maret. Ketua Forum Masyarakat Lingkungan Kelurahan Songgokerto, Misharyadi menuturkan, air menjadi unsur dalam kehidupan manusia.
“Makanya kami mengajak anak-anak muda untuk melestarikan tradisi yang tujuannya pada konservasi sumber air,” kata Misharyadi saat prosesi tradisi Nadah Banyu di Sumber Banyu Biru,Selasa (22/3).
Sumber Banyu Biru berada tak jauh dari Makam Mbah Patok yang berada di area kawasan wisata Songgoriti. Aliran air itu baru ditemukan masyarakat setempat beberapa hari lalu. Air yang terpancar di Sumber Banyu Biru berasal dari mata air Dawuhan yang berada di atas perbukitan.
“Alirannya berasal dari mata air Dawuhan. Saat pertama kali memancar warnaya biru. Di Songgoriti ini ada lima sumber air, satu diantaranya sumber air panas,” ujar dia.
Prosesi Nadah Banyu diawali dengan rangkaian ritual tusuk bumi dan tabur garam. Dua hal itu sebagai ungakapan doa memohon keselamatan.
Selanjutnya diteruskan dengan prosesi nyuci dandang dan ditutup dengan acara selamatan memanjatkan doa diteruskan dengan menyantap suguhan makanan. Para peserta prosesi diikuti berbagai usia, mulai anak-anak hingga orang tua. Mereka mengenakan pakaian adat.
Misharyadi menuturkan, Nadah Banyu pada peringatan Hari Air Sedunia ini, juga disisipi dengan Ngumbah Dandang. Ngumbah Dandang ini merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun menyambut datangnya bulan suci Ramadan 2022. Tradisi itu mencuci perabotan alat masak yang digunakan untuk mengolah makanan.
“Nah, Hari Air Sedunia ini waktunya waktunya berdekatan dengan bulan puasa. Anak-anak kami ajak agar mereka melestarikan tradisi Ngumbah Dandang sekaligus menanamkan nilai-nilai menjaga kelestarian air. Konon, saat menjelang bulan puasa, para petani di sini mencuci alat pertanian dan membersihkan aliran air,” pungkasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat, Ulul Azmi mengatakan, kearifan lokal mengandung nilai-nilai luhur dalam menjaga kelestarian lingkungan. Warisan kultural itu perlu diajarkan secara turun temurun agar terinternalisasi bagi generasi berikutnya.
“Tak perlu retorika dalil agama dan sebagainya. Karena kearifan lokal mengajarkan nilai luhur, termasuk melestarikan lingkungan,” imbuh dia.(der)