Oleh: Anwar Hudijono
Hore.. kita menang. Pada tanggal 1 Syawal musuh sudah bertekuk lutut. Itulah hasil berperang habis-habisan selama sebulan full di bulan Ramadhan. Perang melawan hawa nafsu.
“Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad melawan dirinya sendiri dan hawa nafsunya”. (Hadits dari Ibnu An Najar).
Boleh-boleh saja gembira karena menang perang. Tapi awas jangan sampai mabuk kemenangan. Jangan lengah. Ingat, musuh sebatas knock down. Belum mati. Dia bisa bangkit kembali. Dan dia adalah musuh abadi manusia. Yaitu setan.
Tatkala seseorang berpuasa secara imanan wa ihtisaban (iman dan kesadaran mendapat ridha Allah) maka setan tidak akan mampu berbuat apa-apa terhadap orang yang puasa tersebut. Ibaratnya seluruh tangan dan kakinya terbelenggu.
Tapi ketika selesai puasa Ramadhan, maka pada saat yang bersamaan secara otomatis belenggu itu mengendor. Bahkan lepas sama sekali. Setan kembali bangkit. Dia akan menyerang kita dengan sejuta wajah. Sejuta strategi. Sejuta senjata. Sejuta taktik. Sejuta bala bantuan. Sejuta persekongkolan.
Setan pasti akan berdaya-upaya secara terus menerus, tanpa lelah dan bosan, menjebol tembok pertahanan kita. Yang kita bangun untuk mengendalikan hawa nafsu.
“Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat karena mereka melupakan Hari Perhitungan”. (Quran 38:26).
Caranya? Setan akan terus membisikkan kejahatan. Memprovokasi kita. Menebar bujuk rayu. Meng-upload janji-janji yang menggiurkan.
“Dari kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia”. (Quran 114: 4-6).
Totalitas cinta
Kemenangan kita adalah kembali ke fitrah, prinsip dasar penciptaan manusia. Setiap manusia berasal dari ruh Allah. Ruh yang ditiupkan oleh Allah. Saat masih menjadi ruh Allah itulah manusia sudah menyampaikan kesaksian bertauhid kepada Allah.
“Bukankah Aku ini Tuhanmu. Mereka menjawab, betul, kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”
Fitrah berarti manusia yang bertauhid. Hanya menjadikan Allah satu-satunya Rab. Satu-satunya Ilahi. Hanya Allah satu-satunya arah perjalanan. Allah tempat totalitas cinta.
Tahun lalu. Juga tahun-tahun sebelumnya. Guratan sejarah kita. Setiap 1 Syawal kita mencapai kemenangan sejati itu. Tapi kemudian setan berhasil melobangi tembok pertahanan kita. Makin lama makin besar.
Lantas sedikit demi sedikit wajah kita berpaling dari Allah. Berpaling kepada uang. Kekayaan. Kekuasaan. Jabatan. Popularitas. Puji-pujian. Anak istri. Kesenangan duniawi.
Tanpa kita sadari, mungkin, kita telah menjadi budak hawa nafsu kita. Tanpa merasa kita secara substansial telah berubah menjadi serigala yang melambangkan penindasan dan kekejaman.
Secara fisik kita manusia tetapi jiwa kita telah menjadi tikus yang melambangkan kelicikan.
Kita menjadi anjing yang melambangkan tipu daya.
Kita menjadi kambing atau domba yang melambangkan penghambaan. Menghamba terhadap sesama manusia.
Atau kita telah menjadi jazad, mesin, robot artificial intelligent yang memiliki kemampuan hebat tetapi tanpa hati.
“Dan sungguh akan Kami isi neraka jahanam banyak kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakan melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. (Quran 7:179).
Di perbatasan
Nah, jangan lengah. Karena sebenarnya hidup di dunia ini hanya semacam berada di perbatasan. Sebelum melangkah kepada kehidupan yang sesungguhnya yaitu kehidupan abadi di akhirat.
Kunci saat berada di perbatasan adalah takwa.
“Wahai orang-orang beriman. Bersabarlah kamu. Dan kuatlah kesabaranmu. Dan tetaplah bersiap-siaga. Bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”. (Quran 3: 200).
Mencapai fitrah berarti juga meneguhkan jati diri manusia tauhid. Sosok itu tercermin pada surah Al-Ihlas. Agar kita bisa mempertahankan, menjaga jati diri sebagai manusia tauhid, maka jangan tidak lupa selalu mohon perlindungan Allah. Karena manusia itu lemah. Manusia itu mudah lengah. Sementara setan akan terus berupaya menyesatkan kita.
Disimbolisasi dengan setelah surah Al-Ihlas (112), disusul dengan Surah Al-Falaq (113) dan Surah An-Nas (114).
Jangan lengah sekejap pun. Selalu siagakan seluruh senjata kita. Shalat itu senjata. Sodaqoh itu senjata. Zakat itu juga senjata. Puasa sunah itu juga senjata dahsyat. Shalat jamaah itu juga senjata. Baca Quran itu itu juga senjata. Mengikuti sunah rasulullah itu senjata. Membina silaturahmi itu juga senjata.
Menghormati tamu dan tetangga itu juga senjata. Menutup aurat itusenjata. Menjauhi hal yang subhat (tidak jelas) juga senjata. Berbauat baik untuk manusia lain itu senjata. Kumpul dengan orang saleh itu juga senjata. Berjihad di jalan Allah juga senjata. Dan lain-lain.
Siagakan semuanya. Pastikan semuanya di kuasa kita. Jangan ada satu pun yang disembunyikan, apalagi dibuang.
Janganlah kita mengulang guratan sejarah kita. Bersyukur, selama ini kita bisa bertemu Ramadhan sehingga ada waktu melakukan perbaikan total. Masalahnya, bagaimana jika tidak lagi ketemu Ramadhan?
Allahumma ya muqallibal qulub. Tsabbit qulubana ala dinik. (Ya Allah yang membolak-balikkan hati manusia. Kukuhkan hati kami pada agama-Mu.
Rabbi a’lam (Tuhan Maha Tahu).
Anwar Hudijono,
Kolumnis tinggal di Sidoarjo.
17 Mei 2021