MALANGVOICE – Menjelang Bulan Ramadhan 1442 Hijriah, Kampung Budaya Polowijen (KBP) menggelar tradisi Megengan yang diikuti dengan Nyadran Mapag Wulan Siam.
Puluhan orang dari Komunitas Perempuan Bersangul Nusantara Turut hadir mengentalkan suasana tradisional dengan busana khas daerah.
Sebelum masuk dalam kegiatan inti, disambut empat orang yang membawakan tarian Putri Jawi. Empat penari memiliki filosofi perlambangan Jawa mempunyai empat kiblat dalam memandang kehidupan.
Usai acara pembuka dilanjutkan dengan acara inti Megengan Mapag Wulan Siam. Terdengar lantunan doa-doa Jawa yang dilengkapi berbagai macam makanan khas untuk sesaji.
Mulai dari Cok bakal, bubur putih merah, bubur palang, segi golongan dan salah satu hidangan inti yang menjadi simbol dalam pelaksanaan Megengan yaitu apem curcum dan pisang.
“Terdapat makna simbolis dari sesajian Kue Apem dan Pisang yang di hidangkan dalam megengan yang tidak lain adalah saling maaf-memaafkan antar sesama dalam rangka pensucian diri,” ujar Isa Wahyudi selaku penggagas KBP, Sabtu (10/4).
Setelah prosesi Megengan yang berjalan khidmat itu usai, dilanjutkan dengan Nyadran ke Makam mbah Reni (Ki Tjondro Suwono) empu Topeng Malang yang berasal dari Polowijen.
“Untuk nyekar dan berdoa bersama mendoakan para perintis seniman Malang,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu Inisiator Perempuan Bersangul Nusantara, Ries Handono, mengatakan jika tradisi Megengan dan Sadran ini perlu sekali tetap dilestarikan terutama perlu adanya pengenalan generasi-generasi muda saat ini, supaya tidak luntur dan hilang.
“Kami berterima kasih kepada KBP sudah diterima berkunjung disini yang ternyata kampung ini penuh dengan nuansa budaya lokal banyak keseniannya dan kedepan akan bekerjasama untuk peningkatan pelestarian budaya,” tandasnya.(der)