MALANGVOICE – Dikenal sebagai sentra penghasil tempe dan kripik tempe, eksistensi Kampung Sanan, Blimbing, Kota Malang mulai meredup. Pasalnya sudah banyak kampung-kampung tematik serupa yang keberadaanya lebih mentereng daripada Kampung Sanan.
Tidak mau ketinggalan, warga Kampung Sanan berinisiatif untuk mengembalikan eksistensi desanya sebagai desa wisata. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memperkuat aspek branding kampung dari segi visual.
Jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang (DKV UM) mendampingi penuh langkah tersebut. Mereka menyusun segala aspek yang dibutuhkan dari aspek branding visual. Mulai dari logo, buku panduan wisata (tourism map) hingga pembuatan website kampung wisata www.kampungsanan.id. Dengan begitu, diharapkan Kampung Sanan bisa dikenal publik lebih luas.
Ketua RW 15 Kampung Sanan, Kelurahan Purwantoro, Ivan Kuncoro, mengatakan bahwa dalam upaya membangun citra kampung di zaman serba digital ini memang disadari perlu penguatan dari segi branding visual. Dengan adanya pendampingan ini, dinilai bermanfaat untuk ekosistem kampung kedepannya.
Dengan keterbatasan pengetahuan soal branding visual Ivan merasa banyak terbantu dan mulai paham. “Animonya perlahan pengunjung sudah mulai meningkat sejak di-branding ini. Sebelumnya, ya agak sepi, orang hanya beli kemudian pulang,” akunya.
Padahal, potensi Kampung Sanan sebagai wisata edukasi sangatlah potensial. Selain pengrajin usaha tempe, Sanan juga memiliki sistem pemanfaatan limbah tempe, penggemukan sapi, pemanfaatan limbah ternak untuk biogas hingga Urban Farming.
“Semua ada, segala aspek kita semua teratasi. Limbah tempe jadi pakan ternak, limbah ternak jadi biogas, juga jadi pupuk. Jadi di sini saya ingin gak hanya dikenal sebagai wisata tempe tok, ternyata juga lengkap,” ungkapnya.
Ivan merasa bahwa ia dan warganya sudah melangkah di jalan yang tepat. Dengan memperkenalkan potensi wisata Kampung Sanan menggunakan branding yang tepat bisa menambah daya tarik wisatawan dan juga penghasilan baru warga . “Jadi gak hanya beli kripik tempe terus pulang, tapi juga dapet ilmu,” kata Ivan.
Hal senada dikatakan Koordinator Tim KKN Sedesa UM, Dicky Hanafi, meski memang Sanan sudah lekat dengan identitas tempe yang melegenda. Namun dirasa masih perlu penguatan karakter lebih kompleks dari aspek visual.
“Dengan branding visual, informasi dan pemetaan tentang kampung ini bisa dikenal publik dengan segmen yang lebih luas. Selain sudah kuat secara potensi lokalnya, bisa lebih kuat lagi secara estetis (visual),” jelas Dicky.
Dicky menambahkan, kini pihaknya hanya tinggal membenahi sistem infrastruktur pariwisatanya saja. Selebihnya, masyarakatlah yang menjadi pelakunya sendiri. Bukan tidak mungkin, kata Dicky, jika nanti branding juga lebih meluas.
“Jadi gak hanya di digital tok, harus bisa menyentuh seluruh potensi yang ada disini secara kompleks. Kayak bikin marketplace pasar tempe sendiri misalnya,” tandasnya.(der)