MALANGVOICE – KPU Kabupaten Malang menyelenggarakan debat kandidat secara terbuka yang disiarkan langsung melalu streaming, pada Jumat 30 Oktober lalu. Topik yang diperdebatkan adalah perihal strategi paslon untuk menghadirkan kesejahteraan di kabupaten Malang selama lima tahun ke depan.
Debat publik ini berlangsung dengan tiga segmen. Segmen pertama adalah penyampaian visi dan misi dari setiap paslon, segmen kedua diskusi visi dan misi oleh masing-masing paslon, segmen ketiga adalah pernyataan penutup.
Berdasarkan pemantauan dan penilaian Malang Corruption Watch (MCW) melalui siaran streaming yang tersedia di kanal resmi KPU ditemukan beberapa catatan.
Pertama, MCW menilai pemaparan visi-misi pasangan calon tidak tersampaikan dengan jelas di masyarakat Kabupaten Malang, padahal substansi dari debat publik ini adalah paslon dapat menyampaikan visi-misi 5 tahun ke depan apabila pasangan calon menjadi bupati dan wakil bupati Malang.
“Ini menjadi pekerjaan rumah penyelenggara Pilkada mencari formulasi agar dalam debat publik selanjutnya, visi dan misi pasangan calon dapat menyampaikan dengan jelas ke masyarakat Kabupaten Malang,” kata Kordinator Unit Riset MCW Janwan Tarigan melalui keterangan tertulisnya.
Kedua, selama proses debat publik sesi pertama, tiga pasangan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan tidak mengelaborasikan “konsep open data” sebagai salah satu cara mewujudkan kesejahteraan. Padahal transparansi, akuntabel dan partisipatif ini merupakan kunci utama untuk mewujudkan kesejahtraan.
Tentu ini bukan lagi menjadi kendala paslon, di era teknologi informasi seperti ini menyediakan berbagai kemudahan penerapan transparansi. Ringkasnya, transparansi dapat diwujudkan melalui instrumen e-Government. Adanya transparansi dapat meningkatkan kejujuran aparat pemerintah sekaligus menumbuhkan efektifitas dan efisiensi kinerja yang mendorong akuntabilitas dan mencegah praktik korupsi.
“Dengan demikian pendapat asli daerah Kabupaten Malang dapat meningkat sehingga memberikan kesejahteraan untuk masyarakat,” ujarnya.
Ketiga, dalam debat pilkada Kabupaten Malang sesi pertama, tidak ada satupun pasangan calon yang membahas tentang revitalisasi BUMD di Kabupaten Malang. Perlu diketahui bahwa MCW sejak tahun 2018 mendorong perbaikan BUMD Kabupaten Malang yang dikelola tidak maksimal sehingga tidak memberikan pendapatan optimal ke pemerintah daerah.
Keempat, paslon kurang memahami konsep reforma agraria, bahkan pernyatan para paslon sama sekali tidak menjawab pertanyaan konflik yang diajukan. Paslon juga diduga tidak memiliki informasi yang memadai tentang peta konflik agraria yang melibatkan beberapa lembaga atau perusahaan seperti BPN, Perhutani, dan PTPN dan TNI.
“Paslon juga tidak memiliki skema perlindungan terhadap warga yang mengalami konflik dengan PTPN,” bebernya.
Ia menambahkan, tiga pasangan calon tidak ada yang secara tegas menyatakan bahwa pemerintahan kedepannya tidak akan disandera oleh kepentingan cukong (Oligarki). Hal ini penting, karena berdasarkan pengalaman pemerintahan Kabupaten Malang, korupsi politik di Kabupaten Malang memberikan gambaran jelas bahwa ketika telah disandera oleh kepentingan cukong atau pemodal, kesejahteraan tidak akan tercapai.
“Mana mungkin mewujudkan visi misi jika sejak awal sudah tersandera oleh pemodal,” pungkasnya.(der)