MALANGVOICE – Hari Perempuan Internasional diwarnai dengan aksi puluhan orang yang tergabung dalam Woman Crisis Center (WCC), Senin (5/3). Mereka melakukan aksi demonstrasi menuntut aksi nyata perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Massa turut serta membawa spanduk dan banner untuk mengungkapkan pendapat. Massa yang mayoritas perempuan ini bergerak dari depan Stasiun Kota Baru menuju kawasan bundaran Tugu depan Balai Kota Malang.
Selain itu, massa menuntut pemerintah dan masyarakat agar melindungi perempuan dan anak, khususnya yang sudah menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.
Kordinator aksi, Maryam Jameela mengungkapkan saat ini negara belum bisa hadir melindungi perempuan dan anak di Kota Malang. Hal ini ditandai dengan beberapa kasus kekerasan yang kerap terjadi justru di tempat umum seperti Alun – Alun Kota Malang. “Negara tidak hadir, di Kota Malang tidak ada tempat aman bagi perempuan dan anak,” tegasnya.
“Jika di tempat umum seperti alun – alun saja bisa terjadi kekerasan lalu bagaimana di tempat dengan lingkup lebih kecil? Haruskah kami jadi korban dulu sebelum pemerintah hadir?” keluh Maryam.
Sementara itu, Ketua WCC Dian Mutiara Sri Wahyuningsih mewakili perempuan dan anak Kota Malang yang belum mendapat haknya memberi 3 tuntutan.
Tuntutan pertama, Peraturan Daerah (Perda) No. 12 Tahun 2015 mengenai perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan yang belum berjalan semestinya.
“Selama ini sudah diajukan tapi belum ada respon dari Pemkot maupun DPRD Kota Malang,” ujar Dian.
Tuntutan kedua, perempuan dan anak korban kekerasan belum mendapat layanan sesuai undang – undang dan peraturan yang ada.
“Ditunggu sampai kami menjadi korban, tidak ada pencegahan,” imbuhnya.
Tuntutan ketiga, mengajak para perempuan dan anak untuk berani bersuara jika menjadi korban kekerasan fisik maupun pelecehan seksual.
“Sekarang era sudah global, satu perempuan dan anak saja tidak terlayani bisa menyuarakan suara di tingkat nasional maupun internasional,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dian berpendapat bahwa APBD Kota Malang memang ada untuk perempuan dan anak, namun, ia masih bertanya-tanya kemana anggaran selama ini. Pihaknya selama ini mengaku masih iuran bersama aktivis perempuan lain bila ada korban kekerasan akan melakukan visum.
“Belum ada pencegahan pasti untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tukasnya.
Dian meminta kepada masyarakat untuk peka terhadap para korban kekerasan seksual dan anak. Dan apabila sudah menjadi korban untuk berani melapor.(Der/Ery)