Waspada, Banjir Bandang di Kota Batu Masih Mengintai

Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Variant Ruritan. (Istimewa)

MALANGVOICE – Masyarakat Kota Batu yang berada di bantaran sungai harus selalu waspada dan siaga pasalnya potensi banjir bandang masih mengintai.

Kemungkinan itu muncul setelah penelusuran lahan hulu kawasan Pusung Lading dan sekitarnya.

Berdasarkan hasil potret drone, pada beberapa titik di kawasan hulu Kota Batu memang terjadi penggundulan hutan.

Tidak itu saja, ada satu blok hutan lindung lain yakni Glagah Wangi yang terletak di sisi barat Pusung Lading juga mengalami penggundulan.

Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Variant Ruritan menjelaskan, berdasarkan pantauan foto drone, kawasan Glagah Wangi juga sudah muncul perubahan tata lahan.

“Ini berpotensi membahayakan dan bukan tidak mungkin bakal terjadi seperti hulu Pusung Lading jika tidak dilakukan antisipasi pencegahan,” jelasnya usai mendampingi Menteri PUPR saat mendatangi lokasi bencana di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kamis (11/11).

Karena potensi tersebut, dirinya meminta semua pihak untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dan sebisa mungkin segera mengambil tindakan antisipasi.

“Bila sekarang mulai melakukan penanaman di lokasi tentu tidak mungkin. Tetapi untuk jangka panjang perlu diprogramkan secara bertahap agar perubahan tata guna lahan dapat dikurangi. Paling penting yaitu kesiagaan, itu yang harus ditingkatkan karena potensinya ada,” ujar Raymond.

Tampak kondisi pematus alami yang berada di bawah blok Glagah Wangi juga hampir sama dengan Pusung Lading.

Jalur pematus tersebut merupakan hulu lain dari jalur air yang sebelumnya mengalami banjir bandang. Dari hasil pengamatan foto drone juga terdapat penumpukan sedimen di paras pematus.

“Sehingga kalau ini dikombinasikan dengan hujan yang cukup tebal, atau deras, kemudian terjadi aliran permukaan membawa serasah, kayu dan lainnya. Tidak menutup kemungkinan banjir bandang dapat kembali terulang tapi pada alur pematus lain,” katanya.

Harapannya kondisi lahan yang sudah berubah segera dikembalikan secara perlahan. Artinya memerlukan upaya yang tidak bisa dilakukan hanya dalam satu hari saja.

“Jasa Tirta juga menemukan data dalam tiga atau empat tahun terakhir, pada saat musim kemarau, luas tutupan lahan atau yang berisi tanaman tegakan berkisar 19-25 persen. Jumlah tersebut masih jauh dari ideal lahan tutupan yang seharusnya berada dikisaran 30 persen,” bebernya.

Kesimpulannya memang ada perubahan tata guna lahan di bagian hulu. Selain itu juga sepanjang jalur pematus alami juga ditemukan longsoran-longsoran. Tetapi longsoran tersebut tidak sepenuhnya menjadi sumber bencana, karena ada faktor pendukung yang lain.

“Dari temuan itu kami akan sampaikan kepada Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS). Kami juga bakal menyampaikan temuan ini ke Pemprov Jatim. Karena ini melibatkan banyak pihak, jadi semua harus bekerja sama,” imbuhnya.

Harapannya pihak yang berwenang bisa segera mengambil tindakan pemulihan.

“Agar pencegahan bencana bisa berjalan lebih optimal,” tukasnya.(der)