Wanita Perkasa di Perang Kemerdekaan

Pejuang Wanita pada Perang Kemerdekaan di Karesidenan Malang. Seksi Wanita dipimpin Bu Prapti. Berdiri dari kiri Soekesi, Tutuk Rukamah, Nurul Komariah Soetowidjojo, Marhati. Duduk dari kiri, NInik Suratmi, Ibu Soeprapti, Petty Soepatmi Kadarisman. 1948.
Pejuang Wanita pada Perang Kemerdekaan di Karesidenan Malang. Seksi Wanita dipimpin Bu Prapti. Berdiri dari kiri Soekesi, Tutuk Rukamah, Nurul Komariah Soetowidjojo, Marhati. Duduk dari kiri, NInik Suratmi, Ibu Soeprapti, Petty Soepatmi Kadarisman. 1948.

Seakan terselip di antara lembaran sejarah, pada Perang Kemerdekaan di wilayah Karesidenan Malang, banyak jasa dan pengabdian yang telah dilakukan Seksi Wanita. Saat induk dari kesatuan wanita tersebut mengalami kekosongan, Letnan Kolonel drh. Soewondho mengumpulkan mereka di daerah Sumber Pucung dan sejak saat itu mereka di bawah naungan CMK Malang.

Mereka menjadi sebuah kesatuan khusus, yaitu Seksi Wanita, dengan Komandan Ibu Prapti. Sebelum meietus perang kemerdekaan, beliau menjabat Kepala Sekolah Kepandaian Putri.

Karena panggilan ibu pertiwi, kedudukan terhormat tersebut ditinggalkannya dan ia menceburkan diri dalam medan perjuangan bersenjata. Ibu Prapti dan kelompoknya kaum wanita telah ikut berjuang sejak pertempuran Surabaya sampai dengan perang gerilya di wilayah Karesidenan Malang. Mereka giat mengurus jenazah-jenazah korban pertempuran, mernberikan bantuan perawatan kepada korban perang yang terluka, dan giat di di dapur urnum. KalautTokoh pejuang wanita di Surabaya yang terkenal adalah Ibu Dar “mortir”, maka di Malang yang menjadi kebanggaan di antara pejuang adalah Ibu Prapti.

Mereka melakukan kegiatan perhubungan, sebagai kurir untuk menyampaikan informasi dari kesatuan ke kesatuan lainnya dan menyampaikan surat-surat penting, antara lain dari Mayor Hamid Rusdi kepada Kapten Soendjoto di Kasin Gang VIII (belakang pos Belanda, sekarang pos polisi).

Dokumen-dokumen penting mereka kirimkan dari markas satu ke markas lainnya, SWK satu ke SWK lainnya, seperti dari Gunung Kawi ke Gunung Semeru. Seksi Wanita pimpinan Ibu Prapti jelas membutuhkan keberanian dan penuh risiko. Tugas lain dari seksi wanita ini adalah sebagai ‘penunjuk jalan’. Selain jagoan menguasai medan, mereka juga mengerti tempat kedudukan komando dan pejuang gerilya. Tidak kalah pentingnya, para pejuang wanita tersebut merupakan “mata dan telinga” gerilyawan, sehinga sangat menguntungkan untuk menghindari pendadakan serangan pasukan Belanda.

Sewaktu Belanda melakukan Agresi Militer II, markas Seksi Wanita berada di Sumber Pucung. Saat terjadi penyerbuan, Seksi Wanita itu ikut melakukan Wingate Action ke daerah pendudukan Belanda. Sebagian berkedudukan di daerah Ketawanggede, Dinoyo, Malang. Sementara, Ibu Prapti berada di sekitar Sumberporong, Lawang. Tempat beliau tidak menetap di satu desa atau lokasi. Tidak jarang, beliau menyamar sebagai seorang perawat, serta ikut berperan dalam penculikan dokter (antara lain dr. Sutoyo) dari rumah sakit Turen untuk dibawa ke daerah gerilya, termasuk menyuplai obat-obatan untuk para gerilyawan.

Saat tiba pengakuan kedaulatan, para anggota seksi wanita ikut semua memasuki Kota Malang. Berbagai tugas telah menanti mereka. Beberapa orang bertugas sebagai anggota karyawati TNI dan ada yang menjadi guru. Beberapa anggota Seksi Wanita yang gugur semasa Perang Kemerdekaan, antara lain Kurnia, yang gugur di daerah Kesamben. Atas jasa-jasa yang mereka sumbangkan kepada bangsa dan negara, mereka oleh pemerintah telah dianugerahi Bintang Gerilya.(idur)