Wakil Ketua MPR RI Minta Pengurus DPD PA GMNI Jatim Jernihkan Ajaran Bung Karno

Ahmad Basarah (Kiri) saat membacakan sumpah janji dalam pelantikan pengurus PA GMNI. (Mvoice/Istimewa).

MALANGVOICE – Pengurus Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Jawa Timur (Jatim) diminta untuk menjernihkan ajaran-ajaran Bung Karno dari Residu Politik Zaman Orde Baru (Orba).

Hal itu diungkapkan Ketua Umum DPP PA GMNI, Dr. Ahmad Basarah, M.H. usai melantik kepengurusan DPD PA GMNI Jatim yang dinahkodai Deni Wicaksono.

Pelantikan berlangsung di Pondok Pesantren Babussalam, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Ahad (28/11) kemarin.

Pria yang juga sebagai Wakil Ketua MPR ini bercerita, pada zaman pemerintahan Orde Baru GMNI memiliki ruang gerak yang sangat terbatas.

Bahkan de-soekarnoisasi terus dilakukan secara massif dan berdampak kepada GMNI yang mengilhami ajaran-ajaran politik dan pemikiran Bung Karno.

“Dulu, pada saat saya masuk ke GMNI, jangankan pelantikan seperti ini, kaderisasi di suatu tempat itu sudah dibubarkan. Kalau rapat di satu tempat lagi sudah dibubarkan, tidak pernah ada suatu proses kaderisasi yang layak sebagai sebuah organisasi pengkaderan,” ucap Basarah.

Basarah menjelaskan, di era pemerintahan Orba tekanan selalu diberikan pada saat itu. Namun, hal itu tidak serta merta menyurutkan semangatnya untuk belajar, dan sebagai seorang mahasiswa, terus belajar membaca berbagai sumber dan literasi mengenai Bung Karno, yang pada zaman itu amat sulit untuk ditemukan.

“Tapi, militansi alumni-alumni GMNI pada waktu itu memberikan spirit dan memberikan banyak referensi bacaan buku-buku, yang pada saat itu banyak dikubur di tanah, banyak yang dibuang di tanah, untuk menghilangkan jejak bahwa yang bersangkutan adalah alumni GMNI,” jelasnya.

Karena dikala itu situasi mencekam, lanjut Basarah, banyak alumni GMNI yang tidak mau mengaku sebagai alumni GMNI.

Untuk itu, dirinya hanya melakukan penelusuran melalui pembacaan literatur-literatur berkaitan dengan pemikiran Bung Karno, yang akhirnya ditemukan sebuah fakta sejarah.

“Fakta sejarah itu, Bung Karno tidak berhaluan komunis dan atheis sebagaimana propaganda rezim Orde Baru pada saat itu,” terangnya.

Bahkan, Basarah membeberkan, Bung Karno merupakan orang muslim yang taat, banyak menimba ilmu dari para alim ulama tokoh pendiri Bangsa Indonesia dan bahkan mendapatkan gelar dari Nahdlatul Ulama sebagai Walliyyul Amri Addharuri Bi As Syaukah.

“Kata profesor Mahfud MD ketika sidang disertasi doktor saya di Universitas Diponegoro, Bung Karno bukan hanya seorang Islam yang menjalankan ubudiah keislamannya. Tapi, dia seorang Islam intelek, yang selalu ingin memperjuangkan Islam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” bebernya.

Oleh karenanya, Wakil Ketua MPR RI ini berpesan, agar menjadikan momentum pelantikan sebagai sebuah awal dari proses panjang perjuangan melawan upaya de-soekarnoisasi yang tertanam di tengah-tengah alam berpikir masyarakat.(end)