Wakil Bupati Malang Jelas Milik NasDem

Kresna Dewanata Phrosakh. (Toski D).

MALANGVOICE – Posisi Wakil Bupati Malang merupakan jatah partai Partai Nasional Demokrat (NasDem). Hal ini disampaikan langsung oleh anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Partai Nasdem, Kresna Dewanata Phrosakh.

Menurut pria yang akrab disapa Dewa, jika ditilik dari surat rekomendasi serta tanggal yang dikeluarkan saat itu maka sudah pasti wakil bupati jatah partai NasDem.

“Secara politis, yang berhak mengisi kekosongan jabatan Wakil Bupati dari NasDem,” ungkapnya.

Akan tetapi, lanjut Dewa, hingga saat ini pihak partai NasDem masih menunggu kepastian definitif Bupati Malang. Apalagi, pada saat pendaftaran Calon Bupati dan calon Wakil Bupati pada saat itu ada beberapa partai politik pengusung pasangan Rendra Kresna – Sanusi di Pilkada Malang yang dilakukan pada 9 Desember 2015 lalu untuk untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati Malang periode 2016 – 2021 nanti.

“Kami masih menunggu. Tapi kami masih mengedepankan asas kebersamaan visi dengan partai pengusung lainnya. Saya rasa NasDem tetap yang paling berhak,” jelasnya.

Dewa mengatakan, dalam pendaftaran tersebut, pasangan Rendra Kresna-Sanusi saat itu diusung oleh Partai Golkar, PKB, partai Nasdem, Partai Gerindra dan Partai Demokrat.

“Waktu itu H. Rendra Kresna berangkat dari Golkar, dan dipertengahan beliau berpindah ke NasDem. Sedangkan untuk PKB sudah ada Pak Sanusi. Jika dilihat dari jumlah kursi di DPRD Kabupaten Malang, NasDem yang berhak mengisi jabatan Wakil Bupati Malang,” pungkasnya.

Sementara itu, koordinator badan pekerja LSM Pro-Desa Achmad Khoesairi menyampaikan, kekosongan jabatan Wakil Bupati Malang ini bisa tidak terisi lantaran adanya dugaan kesengajaan untuk “menolak” kehadiran wakil bupati supaya Bupati definitif nantinya bisa leluasa dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Dengan adanya kekosongan ini, masyarakatlah yang menjadi korban karena proses pembangunan dan roda pemerintahan menjadi tidak optimal, karena seorang bupati jelas tidak bisa mengemban tanggung jawab berat sebagai kepala daerah seorang diri,” ungkapnya.

Namun, lanjut Khoesairi, jika mengaca pada Undang-undang (UU) Pilkada, mekanisme pengisian kekosongan jabatan wakil bupati dilakukan melalui pemilihan oleh DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari parpol atau gabungan parpol pengusung.

“Tapi dalam kenyataannya, ini menjadi sulit karena proses politiknya diduga terjadi tarik ulur, bahkan diduga disengaja oleh Plt Bupati Malang,” pungkasnya. (Hmz/ulm)