Untari: Menangkal Radikalisme Bisa Dilakukan Dengan Budaya

Istimewa
Istimewa

MALANGVOICE – Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Sri Untari mengatakan, upaya mencegah dan menangkal terjadinya radikalisme di masyarakat hanya bisa dilakukan dengan budaya.

Ia menjelaskan, menghidupkan kembali budaya yang berkembang dimasyarakat, saat ini menjadi bagian penting yang harus dilakukan oleh pemerintah.

“PDI Perjuangan Jatim, berkomitmen untuk menghidupkan dan menumbuh kembangkan budaya. Makanya kita meminta masukan dari seluruh pelaku budaya dan pemangku kepentingan di Jatim,” kata Untari Kepada MVoice, Sabtu (25/1).

Dikatakan, saat ini banyak sekali masukan yang diberikan oleh para pelaku dan pemangku budaya. Ini akan dirimuskan untuk dibawa, dan dibicarakan ke Fraksi PDI Perjuangan, agar diusulkan kepada Pemerintah.

“Kita ingin Pemerintah daerah perduli dengan kenian dan kebudayaan. Dengan adanya perhatian pemerintah maka nilai-nilai kebudayaan yang ada dimasyarakat, bisa kembali dikenal oleh ramaja dan generasi muda. Dan mereka akan menjadi generasi yang berbudaya dan tidak mudah menyalahkan orang lain,”ujar Sri Untari.

Selain akan diperjuangkan melalui jalur eksekutif, pihaknya secara khusus juga telah meminta kepada Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, agar gedung kesenian di daerah seperti, Taman Krida Budaya di Malang, untuk bisa dimanfaatkan para pelaku seni dan budaya di Malang Raya.

“Aktifitas seni dan budaya itu, membutuhkan fasilitas, makanya kami meminta agar gedung Taman Krida Budaya bisa dimanfaatkan untuk pertunjukan, dan penampilan serta aktifitas seni. Termasuk Gedung Pemprov yang ada di daerah akan kita minta agar bisa untuk beraktifitas pelaku seni budaya,”imbuhnya.

Secara khusus, pihaknya juga mempersilahkan kepada para pelaku sini budaya di Surabaya untuk memanfaatkan Kantor DPD PDI Perjuangan untuk beraktifitas, sesuai dengan kapasitas gedung.”Silahkan kalau mau tampil disini,”timpal Sri Untari.

Pernyatan ini disampaikan Sri Untari, setelah adanya pertanyaan Heru komunitas Campursari Kondangsari Surabaya. Campursari di Surabaya menurut Heru, sudah jarang tampil lantaran tidak ada lagi kesempatan dari Pemerintah daerah.

“Sejak tahun, 2018 hanya sekali pertujukan, itupun bergiliran dengan ludruk atau kedtoprak. Kesenian ,Campursari tidak ada perhatian dari Dinas Pariwisata,,”kata Heru.

Kalaupun ada perhatian, imbuhnya itu sangat kecil. Ia mencontohkan saat diminta tampil di Kebon Binatang Surabaya, hanya diberi angaran Rp. 2 juta. Angaran tersebut hanya cukup untuk bayar keyboard dan tukang kendang saja.

“Kami menyampaikan terima kasih, kepada PDI Perjuangan yang telah memberi perhatian kepada pelakau seni budaya. Semoga kami bisa tampil dengan normal, sehingga kesenIn bisa kembali dinikmati oleh masyarakat,”tukasnya.

Diakui Heru, penampilan Campursari, tidak semata melantunkan nyanyian semata. Tetapi disitu juga menyampaikan pesan cara dan budaya bangsa Indonesia khusnya orang Jawa menggunakan pakaiannya.

Sementata itu, Suep komunitas Dolanan Tradisional, menambahkan pendidikan berkarakter itu, dapat ditumbuhkan dari nilai-permainan tradisional.

“Saya kira jika permainan tradisional ini dihidupkan lagi, maka nilai-nilai budaya.bangsa ini akan kembali tumbuh. Jika sekarang ini permainan tradisional seolah lenyap bukan karena salah gaget semata. Tetapi tidak pernah ada yang mengajak dan memberikan kesempatan. Sehingga mereka tidak kenal lagi dengan permainan tradisional,”terang Suep.(hmz/ulm)