UNESCO Kabulkan Usulan Indonesia untuk Mengakui Idulfitri sebagai Hari Besar Keagamaan

Masyarakat berkumpul di lapangan terbuka untk menunaikan salat Idulfitri. (MVoice/istock).

MALANGVOICE– United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengakui Idulfitri dan Iduladha sebagai perayaan hari besar keagamaan. Pengakuan tersebut diumumkan saat rapat Dewan Eksekutif UNESCO ke-219 di Markas UNESCO, Paris, Perancis pada 27 Maret lalu.

Alhasil, keputusan ini turut mengubah jadwal agenda lembaga internasional yang bergerak pada bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dengan jaminan, tidak akan menyelenggarakan pertemuan resmi bersamaan dengan perayaan Idulfitri dan Iduladha.

Sebelumnya, tidak ada resolusi atau keputusan resmi UNESCO yang mengakui pentingnya kedua Hari Raya tersebut, sehingga masih terjadi pertemuan UNESCO yang diselenggarakan pada hari yang sama dengan Idulfitri dan Iduladha, seperti yang terjadi pada tahun 2023, dimana pertemuan the Fifth Extraordinary Session of the General Conference diselenggarakan bertepatan dengan Idul Adha.

“Pengakuan dan perayaan Idulfitri dan Iduladha oleh UNESCO menggarisbawahi komitmen organisasi untuk mendorong pemahaman budaya dan saling menghormati,” mengutip akun Instagram Kedutaan Besar Republik Indonesia di Paris, Perancis.

Baca juga:
H-1 Lebaran Idulfitri, 14 Ribu Pemudik Masuk ke Malang

Polresta Malang Kota Gagalkan Peredaran Ganja 42 Kilogram dari Sumatera

Pesta Lebaran Honda Bersama Honda BeAT, Ada Puluhan Ribu Direct Gift

Tradisi Halalbihalal, Muncul Sejak Era Mangkunegara I hingga Jadi Sarana Promosi Martabak

Pengakuan UNESCO atas perayaan hari besar keagamaan umat Islam itu, tak terlepas dari peran Indonesia dengan didukung pula 30 negara sebagai co-sponsor. Antara lain, Aljazair, Azerbaijan, Bangladesh, Brunei Darussalam, Tiongkok, Kolombia, Pantai Gading, Djibouti, Mesir, Yordania, Kuwait, Lebanon, Libya, Malaysia, Mali, Mauritania, Maroko, Nigeria, Oman, Pakistan, Palestina, Filipina, Qatar, Rusia, Arab Saudi, Sudan, Suriah, Tunisia, Turki, UEA, dan Yaman.

UNESCO akhirnya menyetujui secara aklamasi. Hasil keputusan sidang mengadopsi draf rancangan usulan. Salah satu poin ialah meminta UNESCO tidak menggelar pertemuan resmi di markas besar Paris selama hari perayaan itu sebagai bagian tak terpisahkan dari warisan keagamaan global. Keputusan itu bukan hanya penghargaan terhadap umat Muslim, tetapi juga merupakan langkah menuju pemahaman dan toleransi antar agama yang lebih baik di tengah-tengah masyarakat global.

Dengan mengakui keberagaman dan nilai-nilai agama yang berbeda, UNESCO memperkuat misinya untuk mempromosikan perdamaian dan kerjasama internasional melalui dialog antarbudaya.

“Usulan ini merupakan bagian dari upaya diplomasi Indonesia untuk mendorong toleransi antar agama serta keberagaman budaya dan agama di UNESCO,” mengutip laporan Kemlu RI.

Melalui proposal ini, Indonesia meminta UNESCO untuk mengambil langkah positif dalam mendorong nilai inklusivitas terhadap keragaman budaya dan keagamaan, terutama dalam penghormatan terhadap hari raya yang penting bagi seluruh umat Muslim di dunia. Proposal ini menjadi bagian dari upaya diplomasi Indonesia untuk mempromosikan toleransi antaragama serta keragaman budaya dan agama di UNESCO. Pengakuan resmi dari organisasi internasional seperti UNESCO akan mendorong pemahaman global tentang nilai-nilai budaya dan agama serta meningkatkan status dan citra perayaan keagamaan tersebut di mata dunia.

Keputusan ini memiliki signifikansi penting bagi Indonesia, terutama sebagai salah satu negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia. Penetapan ini akan memperkuat profil Indonesia di panggung internasional, menegaskan nilai-nilai penting yang dijunjung tinggi oleh Indonesia seperti keberagaman, solidaritas, persatuan, dan kebersamaan.

Pengakuan ini tidak hanya akan mengirim pesan penting tentang toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan agama dan budaya di tengah masyarakat global yang semakin terhubung, tetapi juga akan memperkuat identitas keagamaan dan keberagaman lokal di negara-negara yang merayakan Idulfitri dan Iduladha.

Selain itu, pengakuan ini memiliki potensi multiplier effect, yaitu mempromosikan pariwisata religi di Indonesia dengan menarik wisatawan untuk mengalami perayaan Idul Fitri dan Iduladha secara langsung di tempat asalnya.(der)