UMM Kukuhkan Tiga Guru Besar dari Fakultas Hukum

Tiga guru besar UMM. (istimewa)

MALANGVOICE – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menambah jumlah guru besar yang baru saja dikukuhkan pada Rabu (7/2). Adapun tiga guru besar yang dikukuhkan Fakultas Hukum UMM itu adalah Prof. Dr. Sidik Sunaryo, M.Si., M.Hum., Prof. Dr. Tongat, M.Hum. dan Prof. Dr. Fifik Wiryani, M.Si., M.Hum.

Prof Sidik memiliki fokus penelitian terkait keadilan elektik. Menurutnya, proses peradilan seringkali menjadi ajang kontestasi memperebutkan jumlah, bukan proses untuk mengerucutkan nilai hikmah. Sementara, keadilan eklektik mengutamakan nilai hikmah di atas nilai jumlah.

“Nilai hikmah itu mengandung makna ajaran, sedangkan nilai jumlah hanya sekadar menjelaskan ujaran,” jelasnya.

Baca Juga: Wahyu Hidayat Tekankan Netralitas ASN Jelang Pemilu 14 Februari 2024

Jelang Pemilu 2024, Paguyuban Rektor PTN Jatim Ajak Jaga Suasana Kondusif di Kampus Masing-Masing

Saat ini, hilirisasi proses peradilan ditujukan untuk memperbanyak jumlah putusan, bukan untuk membangun nilai hikmah. Proses pemidanaan ditandai dengan jumlah bilangan yang bersifat penderitaan dan jumlah denda material yang bersifat kerugian.

Sebaliknya, konsep keadilan eklektik memandang prinsip pemidanaan sebagai elaborasi nilai-nilai hikmah untuk memulihkan dan mengembalikan manusia. Utamanaya pada nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat kesemestaan.

Sementara itu, Prof Tongat dalam orasi ilmiahnya, membahas terkait pidana kerja sosial, urgensi, dan kontribusinya dalam hukum pidana Indonesia di masa mendatang.

Menurutnya, ada berbagai keunggulan pidana kerja sosial ketimbang pidana perampasan kemerdekaan. Pertama, dapat menghindarkan pelaku dari dampak negatif akibat penempatan pelaku dalam lembaga, seperti stigmatisasi, interaksi negatif dengan narapidana lain, hingga dehumanisasi.

“Kedua, pidana sosial bisa mengurangi populasi penghuni lembaga koreksi. Ketiga, kerja sosial juga akan menekan biaya hidup narapidana di dalam lembaga secara signifikan dan meringankan beban masyarakat sebagai pembayar pajak,” ujar Prof Tongat.

Tongat menambahkan, kelebihan yang keempat adalah memberikan manfaat yang menguntungkan bagi masyarakat berkat mobiliasi terpidana kerja sosial. Terakhir, pidana kerja sosial juga akan meringankan sekaligus membantu ekonomi keluarga. Terpidana kerja sosial tetap dapat menjalankan pekerjaannya, sehingga tetap bisa menjalankan fungsinya sebagai tulang punggung keluarga.

Terakhir Prof Fifik mengkaji mengenai hak menguasai negara (HMN), konfilk, dan keadilan agraria. Ia menjelaskan, meski Indonesia telah melewati transisi politik dari rezim otoritarian ke pemerintahan yang relatif demokratis, namun Indonesia masih mempertahankan konsep HMN yang diartikulasikan secara hegemonik oleh negara. Misalnya dalam sektor perkebunan, masyarakat hukum adat terpinggirkan karena harus mendapat rekognisi terlebih dahulu dari negara. Sehingga bisa timbul hka untuk mendapat ganti rugi atas tanah.

“Saya berharap penelitian ini bisa mendorong terciptanya budaya baru dalam penyelenggaraan negara, khususnya di sektor agraria sehingga dapat menapai keadilan yang dicita-citakan. Output yang sebenarnya ingin saya capai adalah melakukan redefinisi mengenai konsep HMN yang semula penuh nuansa hegemonik beralih menjadi konsep HMN yang partisipatif dan berkeadilan,” pungkas Fifik.