Tutup Celah Korupsi Dana Desa Demi Transformasi Keuangan Inklusif

MALANGVOICE– Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI Ir. Andreas Eddy Susetyo, MM mengingatkan adanya celah potensi korupsi dalam pengelolaan keuangan desa. Dia meminta aparat di desa agar berhati-hati agar terhindar dari praktik korupsi.

Hal ini disampaikan saat ia menjadi pemateri dalam Forum Group Discussion yang digelar oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaran Keuangan Daerah di Ruang Anusapati, Kantor Bupati Malang pada Jum’at kemarin (22/11).

FGD dihadiri oleh Pj Bupati Malang Didik Gatot Subroto, perwakilan Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Pedesaan dari Kemendes PDT, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kab Malang dan BPKP.

Luncurkan ILP, Dinkes Batu Bakal Tambah Jumlah Tenaga Kesehatan di Desa/Kelurahan

Pertemuan itu membahas terkait pengelolaan keuangan desa yang akuntabel dalam rangka percepatan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, khususnya di Kabupaten Malang.

Dalam paparannya berjudul ‘Pengawasan DPR RI terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah terkait desa, Andreas tentang dasar prioritas penggunaan dana desa 2025 berdasarkan UU Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN Tahun 2025 pasal 14 ayat 5.

Salah satunya tentang penguatan desa lewat pengembangan potensi keunggulan desa berbasis padat karya. Dalam mengembangkan potensi desa dan keunggulan desa, menurut Andreas punya sejumlah faktor penghambat.

Kedua faktor utama itu terletak pada kurangnya kapasitas dan ketrampilan sumber daya manusia (SDM) di desa. Misal seperti tidak punya keahlian mengelola usaha kecil atau potensi wisata desa hingga minimnya akses permodalan dari perbankan.

Umumnya, Perbankan enggan memberikan pinjaman atau modal usaha bagi usaha desa karena keterbatasan jaminan dan pengelolaan usaha yang rendah. ”Ini menjadi penghambat masyarakat desa dalam mengembangkan potensi desanya,” tuturnya.

Sebab itu, kata dia, kolaborasi dalam membangun ekosistem kemitraan Hexa Helix antara pemerintah, perguruan tinggi, pelaku bisnis, LSM, media massa dan masyarakat.

Di satu sisi, Andreas juga menawarkan program BRIlian, sebuah program inkubasi desa dalam mengembangkan potensi lokal desa dengan mengombinasikan 4 aspek yaitu BUMdes, Digital, inovasi dan keberlanjutan.

“Dimana desa akan mendapat pelatihan online gratis terkait pengenbangan kapasitas, dan kapabilitas manajemen, modal dan pendampingan hingga maju,”jelasnya.

Di Malang sendiri terdapat 6 wilayah pengembangan (WP) yang memiliki keunggulan masing-masing untuk dikembangkan. Mulai sektor pariwisata, peternakan, kuliner dan oleh-oleh khas lainnya.

Di sisi lain, selain fokus pada pengembangan Andreas juga menekankan agar aparatur desa memahami alur keuangan negara agar tidak terhindar dari praktik korupsi. Penyelewengan dana desa, kata dia, pastinya mengakibatkan terhambatnya pembangunan yang akan merugikan masyarakat.

Maka perlu pengawasan yang komprehensif, untuk meminimalisir tindak pidana korupsi. Karena celah praktik korupsi berawal dari proses perencananan kebijakan program sehingga laporan para pelaku juga akan memberikan laporan pertanggungjawaban yang fiktif.

Ada beberapa celah korupsi dana desa, papar Andreas, mulai dari proses perencanan, monitoring dan evaluasi yang hanya legal formal administrasi karena dalam pelaksanaannya ada muatan nepotisme dan tidak transparan.

“Begitu juga saat proses pengadaan jasa dan barang berpotensi mark up, rekayasa,” ungkapnya.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait