MALANGVOICE – Diversifikasi produk menjadi penentu meningkatkan nilai ekonomi pada produk primer. Sentuhan teknologi inovasi dan riset produk menjadi tahapan mutlak untuk menghasilkan olahan produk turunan untuk meningkatkan profibilitas usaha.
Peran badan penelitian sangat diperlukan untuk menyumbangkan buah pemikirannya dalam membantu peningkatan nilai ekonomis pada produk primer melalui inovasi teknologi terapan. Perlakuan ini berlaku pula pada hasil panen buah, tak terkecuali jeruk.
Sejak ditetapkan sebagai komoditi buah nasional pengganti subtitusi impor, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Tlekung Kota Batu dituntut menghasilkan varietas jeruk unggulan. UPT yang bertanggung jawab kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura ini, menjadi ujung tombak menghasilkan inovasi mulai dari varietas baru, manajemen budidaya tanaman hingga pasca panen serta olahan produk turunan.
Kepala Balitjestro, Harwanto mengatakan, dari hasil pasca panen buah jeruk dilanjutkan dengan mengolah produk primer tersebut ke dalam beberapa produk turunan. Sehingga bisa menciptakan peluang yang lukratif untuk meningkatkan nilai ekonomis.
Beberapa produk turunan dari bahan baku buah jeruk yang dihasilkan seperti, minuman jestro fresh berupa sari buah jeruk dan yogurt, hand sanitizer, lilin, manisan, lemon tea, sabun tangan, hand gel, wingko jeruk. Produk olahan itu dibuat dari beberapa varietas jeruk seperti jeruk keprok 55, keprok terigas, jeruk siam madu. Saat ini ada 258 koleksi sumber daya genetik dengan jenis dan varietas, 18 varietas jeruk telah dilepas ke pasaran.
“Jeruk dengan grade rendah, berukuran kecil diolah jadi produk turunan. Nilainya pasti rendah apalagi kalau panen raya harganya pasti murah. Biar punya nilai tambah kami jadikan produk olahan,” kata Harwanto.
Beberapa produk itu telah diajukan dan kini masih proses mendapatkan perizinan industri rumah tangga (PIRT). Salah satu produk olahan yang siap dilepas ke pasaran yaitu minuman sari jeruk berlabel Jestro Fresh. Per harinya Balitjestro memproduksi 100 liter yang dikemas ke dalam 500 botol berukuran 200 ml. Per liternya mengandung 350 mililiter sari jeruk.
“Setelah proses PIRT selesai baru akan dilepas ke pasaran melalui kerjasama pihak ketiga. Lisensi dari kami, tapi untuk komersialisasi dan produksi massal ada pada pihak ketiga, karena tugas fungsi kami hanya pada penelitian inovasi,” papar dia.
Seluruh olahan produk turunan itu, dikaji dan diolah di laboratorium Taman Sains Pertanian (TSP) yang dibagi tiga cluster, mulai dari perbenihan, budidaya tanaman, hingga pasca panen. Buah pasca panen yang dihasilkan kemudan ditampung dan disortir sesuai klasifikasi ukuran. Setelah disortir, grade terendah akan diolah menjadi aneka ragam produk turunan di gedung TSP ini.
“TSP ini merupakan inkubator bisnis melatih pelaku UMKM, inovasi pertanian sehingga petani bisa mengolah produk primer jadi produk turunan,” ungkap Harwanto.(der)