Traumatik Siswa Kelas 3 SD Saksi Mata Tragedi Kanjuruhan, “Ayah Aku Takut”

Tragedi Kanjuruhan. (istimewa)

MALANGVOICE – Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban 125 jiwa tidak hanya menyisakan kepiluan namun juga trauma yang mendalam.

Salah satu yang mengalami trauma adalah Agung Priyo yang kala itu menyaksikan langsung pertandingan Arema FC vs Persebaya bersama anak dan istrinya di Stadion Kanjuruhan.

Traumatik mendalam dialami anak perempuannya yang berkali-kali mengatakan, “Ayah aku takut”. Tiga kata itu selalu terngiang di telinga Agung Priyo sampai sekarang.

Mendol sapaan Agung Priyo bersama istri dan kedua anaknya memang mengalami langsung ketika tragedi itu terjadi.

Trauma itu sangat dirasakan oleh anak kedua Mendol yang masih kelas 3 SD. Tragedi Kanjuruhan itu terekam jelas dalam memorinya. Rasa takutnya terlihat jelas sampai kami tiba di rumah, Ahad (2/10) dini hari (menjelang Subuh).

Memejamkan mata untuk tidur pun sulit. Sampai-sampai minta dipeluk karena masih ketakutan. “Ayah a:ku takut,” cerita Mendol sembari memeluk erat.

Keesokan harinya, lanjut Mendol, setelah bangun tidur, rasa trauma dan takutnya masih terlihat di wajah putrinya, hanya tidak disampaikan, dan memilih berdiam saja.

“Ya, mungkin hanya berselang 1 menit waktu bisa menyelamatkan mereka (istri dan anak-anak). Terlambat sedikit saja, sudah tidak bisa terbayangkan apa yang terjadi. Mungkin sudah lain ceritanya,” aku pria yang juga sebagai wartawan di Kliktimes.com.

Sabtu malam itu, Mendol bersama istri dan anaknya nonton langsung di tribun VIP bergabung dengan teman media dan penonton lain.

Istri dan anak kedua memang cinta dengan Arema FC. Setiap kali ada pertandingan kandang, selalu minta untuk menonton langsung.

Rasa cemas bakal terjadi keributan sempat muncul ketika Arema FC tertinggal 3-2 dari lawannya Persebaya Surabaya.

“Di menit ke-80, saya sempat sampaikan pada istri dan salah satu teman media. Kalau ini sampai kalah bahaya,” katanya.

Namun, Mendol dan anak istrinya tetap menyaksikan sampai akhir pertandingan. Saat penonton masuk lapangan mendatangi pemain Arema FC, dirinya masih tetap di tribun. Termasuk ketika mulai kericuhan di tengah lapangan antara penonton dan aparat keamanan.

“Ketegangan dan kepanikan baru mulai kami rasakan ketika aparat keamanan secara tiba-tiba menembakkan gas air mata. Bukan ke penonton yang di lapangan, tetapi langsung mengarah ke tribun penonton ekonomi,” ceritanya.

“Loh kok ditembakkan ke tribun, padahal masih penuh dengan penonton. Tidak hanya Aremania, banyak juga Aremanita. Bahkan anak-anak yang turut menonton,” herannya.

Tanpa berpikir panjang, tambah Mendol, dirinya langsung menggendong anak ketiga yang masih balita dari semula digendong istri. Anak kedua saya tuntun dan mengajak istri untuk segera turun dan keluar.

“Ayo lari keluar stadion, ajak saya istri dan satu teman media yang kebetulan juga mengajak istrinya,” jelasnya.

Desakan antarpenonton tak terelakan. Semua ingin selamat dan dapat segera meninggalkan stadion. Setelah dapat keluar, langsung menuju toko milik Sam Awang, Korwil Aremania Kanjuruhan,

“Tiba di toko Sam Awang, istri dan anak-anak langsung saya suruh duduk. Sekitar satu menit berselang, kericuhan di luar pecah. Tembakan gas air mata menghujam Aremania yang ada di luar,” ulasnya.

Akibatnya penonton yang membawa anak kecil langsung berdesak masuk ke dalam toko, dan pintu rolling dor langsung dengan cepat ditutup.

Meski begitu asap gas air mata sebagian masuk ke dalam toko dan membuat semua yang di dalam merasakan mata pedih dan sesak nafas. Bahkan sampai ada anak kecil yang muntah-muntah.

“Hampir dua jam kami di dalam toko, menunggu situasi mereda. Udara pengap kami rasakan. Rasa cemas dan takut dirasakan semua, termasuk anak-anak dan ibu-ibu,” jelasnya.

Setelah kondisi di luar sedikit mereda, sebagian lantas keluar, tetapi Mendol tetap meminta istri dan anak-anak diam di tempat.

“Saya ikut keluar untuk melihat situasi. Kondisi halaman luar stadion sudah tak beraturan. Ketika masuk ke stadion, banyak korban yang tergeletak di tengah lapangan,” terangnya.

Selain korban yang mengalami sesak nafas karena gas air mata, juga banyak mayat teman-teman Aremania yang ditutupi rompi warna orange.

“Trauma ya. Berduka ya, karena saya, istri dan anak-anak pecinta Arema. Semoga ini menjadi evaluasi semua pihak. Tragedi ini harus diusut tuntas,” tukasnya.(end)