MALANGVOICE – Tim peneliti FISIP Universitas Brawijaya (UB) merilis hasil penelitian survey konsolidasi data penanganan kemiskinan ekstrem desa.
Survey penelitian ini kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di empat wilayah, antara lain Bojonegoro, Probolinggo, Bangkalan dan Lamongan.
Tim peneliti yang terdiri dari Dr Muhammad Lukman Hakim, HB Habibi Subandi dan Abdul Wahid ini memaparkan pentingnya sensus penduduk miskin. Usulan ini diberikan karena data kemiskinan ekstrem yang ada di lapangan berbeda antara data di level desa dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Sensuk penduduk dilakukan orang per orang, kita akan tahu dan valid datanya berdasarkan kategorisasi yang ada,” kata Lukman Hakim.
Menurutnya, sensus penduduk memang harus dilaukan dari orang ke orang. Kata Lukman, hal itu bisa meminimalisir kesalahan data yang ada. Ia melihat banyak sekali contoh kekeliruan data akibat pendataan yang salah.
“Kita harus bertanya ke mereka misal di Bojonegoro rumahnya jelek ternyata dia belum miskin sebab di belakang rumahnya ada pohon jati yang banyak. Di daerah lain rumah bagus tapi ternyata termasuk miskin,” ujarnya.
Tim peneliti memaparkan, dari data yang ada banyak perbedaan yang muncul. Di Kabupaten Probolinggo, data menurut SK Bupati jumlah kemiskinan ekstrem ada 3.672 warga dan berdasarkan hasil konsolidasi data tim peneliti berkurang menjadi 2.884 warga. Sebaliknya di tiga kabupaten yang lain ada penambahan jumlah warga dengan kategori kemiskinan ekstrem.
Di Kabupaten Bangkalan berdasarkan SK Bupati jumlah warga dengan kategori kemiskinan ekstrem mencapai 10.617 sementara dari hasil konsolidasi ada penambahan 10.990 warga. Di Kabupaten Lamongan SK Bupati menunjukkan ada 1.191 warga dengan kategori kemiskinan ekstrem. Sementara pasca survey ada 1.392 warga. Sementara di Kabupaten Bojonegoro berdasarkan SK Bupati ada 7.162 warga dengan kategori kemiskinan ekstrem, dan setelah hasil survey ada penambahan 7.280 warga.
“Data ini adalah data yang sudah kami konsolidasikan di lapangan. Di Probolinggo misalnya ada 931 data yang dihapus setelah dilakukan verifikasi oleh kepala desa sebab ada yang meninggal dan faktor yang lain,” tutur Lukman.
Tim peneliti FISIP UB juga menilai kemiskinan ekstrem yang disusun oleh pemerintah daerah belum mengakomodasi ketentuan hukum yang bersumber dari Kemendes PDTT. Sehingga perlu kebijakan khusus tambahan yang didukung instrument sistem Kemendes PDTT hingga struktur terbawah, agar verifikasi serta validasi data (verivali) lebih efektif.
Menurut Lukman Hakim, survei ini juga mengkonfirmasi kebijakan Mendes PDTT terkait pendekatan verivali (verifikasi dan validasi) yang dilakukan dengan pendekatan mikro, yaitu bottom up, berbasis pada kebutuhan dan kondisi faktual masyarakat di bawah, tidak semata kepentingan elit desa.
“Tentu hal ini perlu disokong kebijakan yang kuat dan sinkron dengan instrumen penyusunan data yang telah ada,” tutupnya.(der)