Terikat UU, Penarikan Pajak Kos Tetap Berdasar Jumlah Kamar

Kepala BP2D Kota Malang, Ade Herawanto. (Muhammad Choirul)
Kepala BP2D Kota Malang, Ade Herawanto. (Muhammad Choirul)

MALANGVOICE – Rencana Badan Pelayanan Pajak Daerah (BP2D) Kota Malang menetapkan penarikan pajak kos-kosan berdasarkan omzet, urung terealisasi. Kepala BP2D, Ade Herawanto, menegaskan, sistem penarikan tetap akan seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni berdasarkan jumlah kamar.

“Untuk kos-kosan, penetapan tarif belum berubah karena kita terkunci, dasarnya Undang-undang (UU),” kata Ade.

UU yang dimaksud ialah UU No 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebagaimana yang selama ini berlangsung, yang tergolong wajib pajak (WP) hanyalah pengusaha kos dengan kamar minimal berjumlah 10.

Sesuai Perda, pajak kos-kosan masuk kategori pajak hotel, dengan catatan nilai pajak 5 persen. Hal ini berbeda dengan hotel yang terkena pajak 10 persen. Penghitungan pembayaran juga tidak berubah, yakni manual dilakukan pemilik usaha kos.

Sebenarnya, lanjut Ade, penentuan WP berdasarkan jumlah kamar kurang adil, karena banyak kos-kosan yang omzetnya tinggi, meski kamar yang dimiliki tidak sampai 10.

“Misalnya, ada yang jumlah kamarnya 9, tapi harga sewa per kamar mahal sekali, kan omzetnya lebih banyak daripada pemilik 10 kamar,” pungkasnya.