Tarif Cukai Hasil Tembakau Dipastikan Naik di Awal 2020

Tebal presentasi kenaikan harga Rokok. (Istimewa).
Tebal presentasi kenaikan harga Rokok. (Istimewa).

MALANGVOICE – Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau bakal terjadi di awal tahun 2020. Hal tersebut setelah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 152 tahun 2019 tentang tarif cukai hasil tembakau.

Keluarnya PMK nomor 152 tahun 2019 tersebut, dikeluarkan oleh Sri Mulyani Indrawati setelah resmi menjabat sebagai Menteri Keuangan RI di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) jilid II, dan bakal diberlakukan mulai 1 Januari 2020 mendatang.

Kenaikan tarif cukai hasil tembakau tersebut terbesar ada pada jenis rokok Sigaret Putih Mesin (SPM) yaitu sebesar 29,96 persen. Untuk cukai rokok jenis Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) naik sebesar 25,42 persen, Sigaret Kretek Mesin (SKM) 23,49 persen, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) 12,84 persen.

Sedangkan, jenis produk tembakau seperti tembakau iris, rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan tarif cukai.

Menanggapi adanya SKM nomor 152 tahun 2019 tentang tarif cukai hasil tembakau tersebut membuat pelaku usaha, dan para pencinta, serta penikmat rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) merasa keberatan.

“Dengan adanya kenaikan cukai tersebut pasti akan memberatkan produsen rokok, terutama produsen sigaret kretek tangan yang notabenenya adalah usaha padat karya,” ungkap Direktur Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Sumber Makmur Ngantang, Budi Yuwono, saat dihubungi awak media, Kamis (24/10).

Sebab, lanjut Budi, MPS KUD Sumber Makmur ini merupakan industri pengolahan tembakau yang lebih mengutamakan padat karya yang terus berupaya membudidayakan rokok kretek guna melestarikan kebudayaan Indonesia. Jika ditahun 2020 nanti tarif cukai hasil tembakau dinaikan, jelas akan menimbulkan polemik.

“Kalau cukai juga dinaikan dan diberlakukan pada awal januari 2020 mendatang jelas akan menimbulkan polemik. Karena, juga bertepatan dengan diberlakukan kenaikan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) secara nasional. Dengan begitu, akan membaut bertambahnya biaya produksi, pihak produsen jelas akan menaikkan harga jual rokok. Tapi, itu bukan solusi, seharusnya pemerintah juga memikirkan kemampuan daya beli konsumen. Bagi kami yang tidak kalah penting adalah melindungi nasib karyawan supaya bisa tetap bekerja seperti saat ini,” pungkasnya.(Der/Aka)