Suku Tengger Gelar Ritual di Lokasi Kecelakaan Maut Poncokusumo

TKP Kecelakaan yang sempat dijadikan tempat Ritual oleh masyarakat suku Tengger. (Istimewa).

MALANGVOICE – Masyarakat adat Suku Tengger dari Dusun Gubuklakah, Desa Ngadas, Poncokusumo dan warga Desa Ranupane, Senduro, Kabupaten Lumajang menggelar ritual doa di tempat kejadian perkara (TKP) kecelakaan pick up di Jalan Raya Dusun Simpar, Desa Wringinanom yang menewaskan 8 dari 14 orang penumpang, beberapa hari lalu.

Kapolsek Poncokusumo, AKP Sumarsono membenarkan jika telah digelar ritual adat tersebut yang bertujuan agar keselamatan masyarakat saat berkendara.

“Banar, tadi pagi ada ritual khas Suku Tengger di TKP Laka maut itu. Ritual itu dilakukan untuk mendoakan mereka yang menjadi korban meninggal dunia, serta untuk kedepannya agar masyarakat yang melintasi kawasan tersebut dijamin keselamatannya,” ucapnya, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa (1/5).

Menurut Sumarsono, acara ritual tersebut dihadiri sekitar 30 orang perwakilan Suku Tengger di dua daerah, yakni Desa Ranupane, Kabupaten Lumajang dan Desa Ngadas, Poncokusumo.

“Ritual itu sifatnya untuk keselamatan bersama, para perangkat desa sekitar datang saat upacara tadi. Ada Kepala Desa Ngadas Mujianto MR, Kepala Desa Wringinanom Ahmad Muslimin, Kepala Desa Gubugklakah Mahiryono, Kepala Desa Ranupane Untung, Dukun Adat Tengger Ki Bambang, 2 personil Koramil dan 3 Personil Polsek Poncokusumo,” jelasnya.

Dalam kegiatan tersebut, lanjut Sumarsono, diawali dengan pemasangan sesaji di dekat pohon Jowar saat peristiwa laka maut terjadi. Acara dipimpin oleh Ki Bambang, Dukun Adat Tengger Desa Ranupane dan Ki Sutomo Dukun Adat Tengger Desa Ngadas.

“Mereka memasang sajen, pembakaran dupa kemudian dilanjutkan dengan doa bersama sambil melaksanakan pembakaran yosua dan penyiraman air,” terangnya.

Kegiatan ritual tersebut, tambah Sumarsono, diprakarsai oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Ranupane dan masyarakat adat Tengger Desa Ranupane sebagai wujud kepedulian, simpati dan keprihatinan atas musibah yang baru saja terjadi.

“Ritual itu adalah bagian dari tradisi Suku Tengger yang harus dilestarikan. Dengan ritual hari ini, semoga kejadian serupa tak terulang lagi dan yang meninggal dunia diberikan pengampunan dan tempat suci dari Sang Hyang Widi (Pencipta),” tandasnya.

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Wringinanom, Poncokusumo, Achmad Muslimin mengatakan, kegiatan ini dilakukan untuk memanjatkan doa kepada Tuhan, agar kejadian yang sama tidak terjadi lagi.

“Di TKP ini adalah perlintasan wisatawan yang ingin berlibur ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Banyak arus kendaraan lewat sini, semoga dengan acara ini kedepan tidak terjadi lagi peristiwa yang sama,” katanya.

Sebab, lanjut Muslimin, kecelakaan lalu lintas di kawasan tersebut sudah terjadi dua kali. Hal itu terjadi pada tahun lalu, dan menewaskan satu orang.

“Berdasarkan sejarah di masyarakat, tempat kejadian itu dulunya makam korban perang melawan Belanda sehingga perlu dilakukan upacara ini,” tegasnya.

Seperti unggahan malangvoice.com sebelumnya, mobil pick up yang dikemudikan Muhammad Asim (44), warga Desa Ranupane, Senduro, Lumajang, kecelakaan tunggal di Jalan Raya Dusun Simpar, Desa Wringinanom, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Rabu (26/5/2021) lalu.

Mobil tersebut mengangkut ibu-ibu warga Desa Ledoksari, Kecamatan Tumpang yang pulang arisan dari Desa Ranupane, Senduro, Lumajang.

Akibatnya, delapan dari 14 orang tewas pada peristiwa itu, sedangkan enam lainnya luka-luka. Kecelakaan tersebut disebabkan sopir mengantuk dan sempat terlelap saat menyetir. Kini sopir ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Malang akibat lalai dalam berkendara.(end)