Subsidi Pakan Ternak untuk Kendalikan Harga Telur di Pasaran

Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai berkunjung ke salah satu peternak ayam petelur di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo. (MVoice/Pemkot Batu).

MALANGVOICE– Harga telur ayam ras mengalami kenaikan begitu tinggi. Lonjakan harga tersebut disebabkan mahalnya pakan lantaran sulit didapat. Para peternak pun kelimpungan karena membengkaknya biaya operasional.

Kenaikan harga telur ayam ras berkontribusi terhadap tingginya inflasi di Kota Batu. Di samping komoditas lainnya seperti daging ayam dan beras. Pemerintah pun merumuskan strategi dalam mengendalikan inflasi.

Pj Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai menjelaskan, Pemkot Batu akan menggelontorkan biaya tidak terduga (BTT) APBD 2024. Pos anggaran tersebut bakal dialokasikan untuk subsidi pengadaan pakan ternak berupa jagung. Ditujukan agar dapat membantu biaya operasional peternak. Sehingga harga komoditas telur ayam stabil.

“Ini solusi menurunkan harga komoditas telur ayam ras. Sekaligus pengendalian inflasi di Kota Batu,” kata Aries saat melakukan kunjungan ke salah satu peternak ayam petelur di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo.

Baca juga:
Musnahkan Ribuan APK yang Menumpuk agar Tak Jadi Sarang Nyamuk

Sat Reskrim Polres Batu Bakal Tindak Tegas Pengelola SPBU yang Curang

Dua Perempuan Pencuri Baju Asal Pasuruan Ditangkap Sat Lantas Polres Batu

Ini Motif dan Tampang Pelaku Penganiayaan Anak Selebgram di Kota Malang

Taman Rekreasi Selecta Mulai Berbenah Menyambut Kunjungan Wisatawan saat Libur Lebaran 2024

Dari pertemuan itu, Aries juga menerima keluhan yang dihadapi peternak ayam petelur, selain mahalnya pakan. Para peternak dihadapkan pada permasalahan maraknya peredaran telur berkualitas rendah di pasaran. Sehingga para peternak menanggung kerugian yang cukup dalam.

“Tentunya kondisi ini akan mengganggu hasil ternak ayam petelur asli Kota Batu dengan produk yang lebih berkualitas sesuai standar,” imbuh Aries.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, pihaknya akan menggelar pertemuan dengan asosiasi peternak ayam ras, baik petelur maupun pedaging. Guna mengetahui secara pasti kondisi riil yang dialami peternak.

“Terutama kondisi saat ini, menjelang Idul Fitri, mengingat kebutuhan akan telur dan daging ayam ras meningkat serta kondisi di lapangan ketersediaan pakan ternak,” ujar dia.

Baca juga:
Dinsos Batu Anggarkan Rp2,5 Miliar untuk BLT Mitigasi Inflasi 2023

Ribuan ASN Pemkot Batu Kelimpungan Menunggu Pencairan TPP 3 Bulan

Peredaran Telur Infertil Ancam Peternak Ayam Petelur Kota Batu

Sementara itu, Penasihat Kelompok Ayam Petelur Kota Batu, Ludi Tanarto menyambut baik program subsidi pakan bagi peternak ayam petelur. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk perhatian dari pemerintah yang dapat membantu meringankan biaya operasional.

“Ide dari Pak Pj Wali Kota Batu sangat bagus, itu merupakan bentuk perhatian yang luar biasa kepada kami,” katanya.

Meski ada terobosan bagus, namun rencana subsidi pakan itu perlu dicermati ulang. Mengingat anggaran subsidi memanfaatkan BTT APBD 2024. Sehingga pendistribusiannya butuh waktu karena harus melalui sejumlah mekanisme.

“Selain itu subsidi bersifat jangka pendek, tidak terus dilakukan secara berkala. Sebenarnya kami memiliki solusi tanpa mengeluarkan biaya, namun butuh ketegasan dari pemerintah,” ujar anggota DPRD Fraksi PKS ini.

Caranya yaitu melarang adanya peredaran telur infertil atau Hatched Egg (HR) di pasaran. Karena keberadaan telur yang membahayakan kesehatan tersebut sangat berpengaruh karena memiliki harga lebih murah.

“Semoga tawaran solusi dari kami bisa didengar oleh Pemkot Batu. Penertiban peredaran telur HE adalah langkah penting melindungi peternak ayam petelur di Kota Batu karena sejauh ini banyak ditemui peredaran telur tersebut di pasar hingga pinggir-pinggir jalan yang menyebabkan harga telur anjlok dan merugikan peternak,” tuturnya.

Terlebih Kementerian Pertanian secara tegas melarang peredaran telur HE dan sudah diatur dalam Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi.

“Nah dalam bab III pasal 13 disebutkan pelaku usaha integrasi, pembibit GPS, pembibit PS, pelaku usaha mandiri dan koperasi dilarang memperjual belikan telur tertunas dan infertil sebagai telur konsumsi,” katanya.

Sebab, telur HE sendiri umumnya berasal dari perusahaan-perusahaan pembibitan (breeding) ayam broiler atau ayam pedaging. Di mana telur yang tidak menetas (infertil), seharusnya tak dijual perusahaan integrator sebagai telur konsumsi di pasar. Selain dari telur infertil, telur HE bisa berasal dari telur fertil namun tak ditetaskan perusahaan breeding.

“Menjelang hari besar mereka sengaja tidak menetaskan telur tersebut untuk dipasarkan. Tentu jika dibiarkan menghancurkan keberadaan telur ayam negeri,” ujarnya.

Untuk ciri telur HE berwarna lebih putih atau pucat dibandingkan telur ayam negeri yang dihasilkan dari peternakan ayam layer. Ukurannya pun hampir sama, dan tak ada perbedaan rasa ketika sudah dimasak untuk dikonsumsi.

“Kendati demikian, berbeda dengan telur ayam negeri, telur HE lebih cepat membusuk, biasanya setelah lewat satu minggu. Ini karena telur HE berasal dari ayam yang telah dibuahi pejantan. Selain itu, telur HE biasanya sudah beberapa hari tersimpan di tempat penyimpanan maupun mesin tetas perusahaan,” tuturnya.

Faktor inilah yang membuat telur HE harganya jauh lebih murah dibandingkan telur ayam ras yang warnanya lebih kecoklatan. Karena berasal dari telur yang tak terpakai atau produk buangan breeding, harga telur HE ini sangat murah.

“Harganya jauh di bawah harga telur ayam ras selisihnya bisa sampaikan Rp 4 ribu hingga Rp 10 ribu perkilonya. Padahal telur tersebut harusnya dimusnahkan,” tuturnya.(Der)