Spanduk #sudahcukupkorupsinya Bertebaran di Kota Malang

Penampakan spanduk #sudahcukupkorupsinya di JPO Jalan Ahmad Yani, Senin (9/12). (Aziz Ramadani MVoice)
Penampakan spanduk #sudahcukupkorupsinya di JPO Jalan Ahmad Yani, Senin (9/12). (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Spanduk bertagar sudah cukup korupsinya mendadak terpampang di tiga lokasi berbeda di Kota Malang, Senin (9/12). Diantaranya, Jembatan penyeberangan orang (JPO) Jalan Merdeka Utara, JPO Jalan Ahmad Yani dan gadung Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya.

Malang Corruption Watch atau MCW mengklaim spanduk tersebut sengaja dipasang bertepatan dengan momentum peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia (Hakordia). Tujuannya mengingatkan kembali kepada publik untuk bersama melawan korupsi.

“Masih melekat dalam ingatan kita ‘tsunami korupsi’ yang menjerat puluhan anggota DPRD dan Wali kota Malang pada tahun 2018 lalu. Fenomena tersebut kita harapkan tidak terjadi lagi,” kata Divisi Kampanye MCW Hanif dalam keterangan tertulisnya.

Ia melanjutkan, tahun 2019 ini, agenda pemberantasan korupsi mengalami tantangan yang cukup berat. DPR-RI bersama dengan Presiden bersepakat melakukan revisi atas Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alih-alih memperkuat KPK, Revisi tersebut dinilai oleh banyak kalangan justru melemahkan KPK dalam upaya pemberantasan Korupsi. Gelombang penolakan dari berbagai macam elemen masyarakat bermunculan, mendesak agar agenda revisi UU tersebut tidak dilanjutkan.

“Sayangnya rentetan aksi penolakan sama sekali tidak digubris oleh DPR-RI dan Presiden. Sehingga pada akhirnya lahirlah Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Tentang KPK,” ujarnya.

Pasca disahkannya undang-undang tersebut, banyak pejuang anti korupsi yang melakukan upaya yudisial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji secara formil maupun materiil.

Revisi UU KPK, menurutnya, harus dimaknai sebagai upaya pelemahan yang sistematis. Artinya ada kehendak dari penguasa dan yang berkuasa untuk menyingkirkan KPK secara perlahan-lahan. Sama seperti lembaga-lembaga anti korupsi terdahulu yang juga dilemahkan dan perlahan dihilangkan. Kondisi ini tidak mengherankan, mengingat keberadaan KPK telah dianggap menjadi pengganggu dari dari suburnya praktik korupsi di negeri ini. KPK telah melakukan banyak Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap pimpinan politik yang mengisi jabatan baik pada organ pemerintah pusat maupun daerah. bahkan juga terhadap Hakim, Polisi dan Jaksa. Namun, banyaknya penindakan yang dilakukan oleh KPK tidak lantas membuat orang takut untuk melakukan korupsi.

“Hal ini dapat diamini, mengingat banyak putusan Hakim Tindak Pidana Korupsi yang belum memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi,” sambung dia.

Di sisi lain, belum adanya political will atau kemauan politik yang kuat dari para pemimpin negeri ini untuk melakukan perbaikan sistem pemerintahan pasca KPK melakukan penindakan di kementerian, lembaga dan Pemerintah Daerah. Hal inilah yang menjadi penyebab korupsi terus terulang dan diulang (Repetation) secara terus menerus.

Hal ini juga berlaku di Malang Raya. Pasca kasus korupsi massal di Kota Malang, publik belum melihat dengan jelas komitmen dan upaya dari pemerintah dan DPRD Kota Malang untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Setidaknya membangun sistem penggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang Transparan, Akuntabel dan Partisipatif. Begitupun yang terjadi di Kota Batu dan Kabupaten Malang. Ditangkapnya Bupati Malang dan Walikota Batu oleh KPK tidak lantas membuat penggantinya (kepala daerah yang baru) berusaha untuk memperbaiki noda yang telah ditinggalkan. Yaitu dalam hal membangun sistem pengadaan barang dan jasa yang transparan, akuntabel dan partisipatif. Menutup celah transaksi antara aparatur pemerintah dengan pihak swasta dalam proses pemenangan proyek pengadaan barang dan jasa sekaligus membuka ruang partisapasi yang luas bagi masyarakat untuk melakukan monitoring dan melakukan evaluasi.

Diakui bahwa masih begitu banyak persoalan di dalam penyelenggaran pemerintahan di daerah. Misalnya Pelayanan Publik sektor pendidikan dan kesehatan yang masih buruk dan masifnya pungutan liar, banyaknya perizinan yang menabrak aturan, buruknya pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD), buruknya hasil pengerjaan infrastruktur, tidak jelasnya pengeloaan asset daerah dan masih banyak persoalan lainnya.

Sayogyanya persoalan-persoalan tersebut harus segera ditangani agar tidak menimbulkan peluang dan kesempatan untuk melakukan tindak pidana korupsi yang sebelumnya pernah atau telah terjadi. Dan sekali lagi itu semua dapat dijalankan secara efektif dan dapat tercapai ketika publik dilibatkan secara penuh di dalam semua proses penyelenggaraan pemerintahan,” jelasnya.

“Sudah cukup korupsinya, saatnya kita bersama berkomitmen membangun daerah dan membangun Indonesia yang bebas dari Korupsi. berkata tidak pada korupsi. dan bersama-sama menjadikan korupsi sebagai musuh bersama kita. Menjadikan peringatan hari anti korupsi se-dunia setiap 9 Desember sebagai ruang untuk evaluasi atas penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah,” kata dia.

Malang Corruption Watch mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergerak bersama-sama mengawal segala macam bentuk tindak pidana korupsi yang terjadi disekeliling kita. Sekaligus mendesak Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk berkomitmen dan berupaya melakukan pemberantasan korupsi. Mendesak kepolisian dan Kejaksaan meningkatkan kinerjanya dalam upaya pemberantasan korupsi Serta mendesak Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memberikan putusan yang maksimal kepada pelaku tindak pidana korupsi. (Der/Ulm)