MALANGVOICE – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) harus gigit jari setelah pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) mencabut status badan hukum organisasi tersebut-diumumkan secara resmi melalui jumpa pers di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Rabu (18/7) kemarin.
Pencabutan badan hukum HTI setelah adanya penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Selain itu, HTI selaku organisasi dinilai bertentangan dengan Pancasila dan NKRI, meskipun dalam AD/ART organisasi mencantumkan Pancasila sebagai ideologi. Pencabutan Badan Hukum menunjukkan Ormas tersebut dinyatakan bubar. Sebelumnya HTI tercatat di Kemenkumhan dengan nomor registrasi AHU-00282.60.10.2014 pada 2 Juli 2014 sebagai Badan Hukum Perkumpulan.
Sikap pemerintah ini pun mendapat dukungan banyak kalangan. Ada pula kelompok dan perseorangan menolak langkah pemerintah yang dianggap arogan dan semenang-menang.
Sebelum status badan hukumnya dicabut, HTI bersama kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra mengajukan uji materi Perppu nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (18/7). Pencabutan tersebut, kata Yusril, seperti dikutip dari CNN Indonesia, membuat posisi HTI sangat lemah. Pasalnya, HTI bukan lagi subjek-sehingga permohonan uji materi atas Perppu Ormas ke MK secara otomatis gugur. Diatur dalam UU nomor 24 Tahun 2003 jo UU nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.
Anggota HTI menyebar di setiap daerah. Mulai kalangan masyarakat umum hingga mahasiswa di perguruan tinggi. Lalu, bagaimana respon perguruan tinggi di Kota Malang menyikapi hal tersebut?
Kompak Larang HTI Beraktivitas di Kampus
Rektor Universitas Negerei Malang (UM), Prof. Rofiudin, mengatakan, pihaknya telah melarang HTI beraktivitas di lingkungan kampus sejak lama. Namun, berapa jumlah mahasiswa UM yang tercatat dan bergabung dalam HTI belum terdata hingga sekarang.
Menurut dia, kalaupun ada mahasiswanya yang ikut HTI, sifatnya sembunyi-sembunyi dan sulit dilacak. Demikian pun ketika melakukan aktivitas di kampus.
“Karena dilarang dan kami tidak mengeluarkan izin HTI berkegiatan di kampus, makanya sembunyi-sembunyi. Kalau ada, pasti kami tegur dan kasih peringatan,” katanya kepada MVoice.
Pihaknya menyambut baik langkah pemerintah mencabut status badan hukum HTI. UM siap nantinya membina mahasiswa yang terlanjur bergabung di dalamnya.
“Akan ada pembinaan lebih lanjut bagi mahasiswa bersangkutan. Kami akan beri pemahaman kembali soal Pancasila, NKRI dan UU 1945, jika yang bersangkutan terlanjur berfikir soal khilafah,” ujarnya.
Senada dengan Rofiudin, Rektor Universitas Islam, Prof Masykuri Bakri, mengaku lebih dulu akan mempelajari hal tersebut. Pihaknya tidak memiliki data pasti mahasiswa Unisma yang tergabung dalam HTI sejauh ini.
Ditanya terkait kegiatan HTI di Unisma, Masykuri, memastikan HTI dilarang berkegiatan di kampus.” Pasti dilarang mas,” jawabnya singkat.
Sumber MVoice menyebutkan, pasca status hukum HTI dicabut dan secara otomatis dinyatakan bubar, sebagian anggota HTI yang tersebar di beberapa kampus di Kota Malang, terpaksa mengurangi aktivitasnya. Hal tersebut dilakukan guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan serta untuk sementara menyembunyikan keberadaannya.
Rektor Universitas Brawijaya, Prof M Bisri, mengakui, akan mengikuti setiap aturan dari pemerintah. Hal tersebut akan diberlakukan untuk kegiatan ke depan.
“Yang telah berlalu, ya tidak apa-apa. Asalkan mahasiswa tersebut sudah menyadari,” ungkapnya.
Bisri tidak memungkiri jumlah mahasiswa UB yang ikut HTI cukup banyak. Berapa jumlahnya, pihaknya tidak dapat memastikan. Namun, pihaknya menegaskan selalu memantau semua kegiatan di luar intra kampus.
Kendati demikian, UB belum mengeluarkan kebijakan yang melarang HTI melangsungkan kegiatan di kampus. Organisasi dan kelompok apapun, jelas dia, yang kegiatannya bertentangan dengan Pancasila dan UU 1945 pasti dilarang masuk kampus.
“Kami tak henti-hentinya menyampaikan ke mahasiswa supaya tetap menjaga NKRI dan mengakui Pancasila sebagai ideologi bangsa,” jelasnya.
Di Universitas Merdeka (Unmer) Malang, mahasiswa yang kedapatan melakukan, menyuruh dan mengajak pada pelanggaran seperti perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, sanksinya dikeluarkan dari kampus.
“Unmer punya peraturan tentang kode etik, tata tertib mahasiswa. Isinya hak, kewajiban dan larangan. Peraturan ini berlaku untuk semua, tidak terbatas pada kelompok tertentu,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unmer, Sunarjo.
MVoice telah berupaya memintai komentar dan sikap dari perguruan tinggi lain. Di antaranya, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Politeknik Negeri Malang (Polinema). Namun, ketiga pimpinan lembaga tersebut belum bisa dikonfirmasi.
Sama halnya, MVoice juga berusaha mengkonfirmasi pengurus DPD HTI Malang. Ketua DPD 2 HTI Kota Malang, M Alwan, belum merespon.