MALANGVOICE – Empat Pasangan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Batu telah menjalani masa kampanye satu bulan lamanya. Masih tersisa dua bulan lebih bagi mereka untuk memikat hati masyarakat.
Di bulan pertama kampanye, suasana Pilkada Kota Batu belum juga menghadirkan pesta demokrasi yang positif.
Pengamat Politik UB, Haris El Mahdi, mengatakan, dua tahun terakhir masa kampanye Pilkada amatlah panjang, bisa sampai tiga hingga empat bulan. Kondisi ini membuat para calon membutuhkan stamina cukup banyak. Baik logistik, uang dan ide.
“Makanya sekarang Pilkada Batu terlihat membosankan dan menjemukan. Mungkin setiap calon masih menyimpan stamina untuk ke depannya,” kata dia saat dihubungi MVoice, Sabtu (26/11).
Kondisi tersebut diperparah dengan Tim sukses tiap calon, yakni belum memiliki inovasi dalam menyajikan sebuah model kampanye mendidik serta pencerahan terhadap konstituen.
Menurutnya, setiap calon tidak memiliki visi misi yang bisa dipertaruhkan.
“Setiap calon sibuk pencitraan daripada mengenalkan visi misinya,” jelasnya.
Warga Batu ini menyebut, delapan calon ini juga tidak tanggap dengan situasi. Seperti adanya teror di Gereja Gembala Baik, Senin (14/11).
“Kalau mereka (calon) tanggap harusnya mereka gelar jumpa pers dan menjamin keberagaman, menjunjung toleransi apabila dipercaya memimpin Kota Batu lima tahun ke depan,” ungkap Haris.
Kampanye merupakan ajang tukar menukar gagasan, ide, visi dan misi antara calon dan masyarakat.
Haris menilai demokrasi yang terjadi saat ini di Kota Batu bukan sebuah model yang baik, karena calon tidak punya kemampuan merancang visi misi dan menyampaikan ke masyarakat secara baik.
“Pemimpin yang dihasilkan nantinya, ya kualitasnya biasa-biasa saja,” bebernya.
Ia menyoroti gaya kampanye nomor satu (Rudi-Sujono) yang cenderung memanfaatkan blusukan tertutup. Hanya sekadar berkumpul dengan warga, cangkrukan bersama, dll. Tidak ada diskusi dan penjabaran soal visi misinya. Padahal, di banner dan sejumlah APK lain tertera visi misi yang lengkap. Selain itu masih sibuk branding menggunakan mobil Ambulance.
Sedangkan nomor dua (Dewanti-Punjul) cenderung memanfaatkan momen dan kegiatan yang digelar Pemkot Batu. Ia menilai ada hasrat menggunakan fasilitas pemerintah, terutama kegiatan yang menghadirkan banyak warga.
Seperti kegiatan Jalan Sehat Heroik, sat itu Dewanti hadir, memperlihatkan figur dirinya.
Untuk nomor tiga (Gus Din-Angga). Gus Din merupakan satu-satunya calon yang suka blusukan, tapi jaraknya dengan rakyat terlalu jauh. Terjadi jarak sosial yang jauh dengan masyarakat serta kurang komunikatif. Wajar apabila warga belum punya ketertarikan terhadapnya.
Sementara nomor empat (Majid-Kasmuri) tidak memiliki Timses anak muda, didominasi orang tua, sehingga terlihat lamban dan monoton. Namun demikian, Majid punya massa cukup solid, sisa Pilkada lima tahun lalu. Apabila massa tersebut dirawat dengan baik, tentunya berdampak baik ke depannya.
“Semua calon tidak punya visi misi jelas untuk Kota Batu ke depan,” tegasnya.
Kendati demikian, blusukan yang dilakukan para calon akan berdampak baik, mengingat kultur masyarakat Batu adalah masyarakat agraris.
“Orang Batu masih lebih suka melihat figur. Lebih suka lagi apabila calon dapat menyampaikan visi misinya secara baik,” lanjut dia.
Ia berpesan supaya empat Paslon lebih baik lagi dalam berkampanye. Agar masyarakat tertarik dan tidak bimbang untuk memilihnya.
“Masih ada waktu dua bulan lebih, calon harus lebih aktif saat blusukan. Ciptakan suasana dialog dengan masyarakat, yakinkan mereka dengan visi misi yang dibawa, sehingga lebih massif kampanyenya,” pungkas dia.