Ritual Selamatan Desa, Perkuat Nilai Kebudayaan Desa Beji

Ratusan warga ketika melakukan prosesi jabutan di Jalan Sarimun, Desa Beji, Kota Batu, Senin (15/7). (Foto: Ayun//MVoice)
Ratusan warga ketika melakukan prosesi jabutan di Jalan Sarimun, Desa Beji, Kota Batu, Senin (15/7). (Foto: Ayun//MVoice)

MALANGVOICE – Kota Batu tak hanya terkenal dengan desa wisata, tapi juga selalu hadir dengan nuansa adat dan budaya. Seperti yang dilakukan Desa Beji, Kota Batu, Senin (15/7).

Sudah menjadi agenda rutinan sejak zaman nenek moyang untuk mengadakan agenda selamatan desa. Ritual selametan punden dibarengi dengan Tayuban hingga Jabutan merupakan hal yang dinanti. Momen ini menjadi hal menarik yang ditunggu-tunggu masyarakat ketika selamatan desa.

Prosesi selamatan Desa Beji diawali dengan melakukan kirab tumpeng. Dilanjutkan dengan melakukan ritual di area Punden Beji dan Punden Ngemplak.

Penjabat Sementara (Pj) Kepala Desa Beji, Edwin Yogaspatra mengatakan setiap selamatan desa ritual di kedua punden ini wajib dilakukan. Karena mereka yang telah melakukan babat alas di Desa Beji.

Dalam ritual tersebut dilakukan dengan membaca doa di masing-masing punden. Dilanjutkan dengan menyantap makanan yang utamanya adalah ayam ingkung.

“Makanan itu tidak hanya disantap perangkat desa, tapi juga sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat sekitar. Juga tarian tayub yang menjadi daya tarik tersendiri,” ujarnya.

“Tari tayub ini memang harus dilakukan di punden sebagai tanda penghormatan ke yang bedah kerawang atau babat alas di desa ini,” sambungnya.

Setelah ritual selesai, kemudian mereka berpindah tempat di area Jalan Sarimun, Desa Beji. Ratusan warga sudah memadati halaman rumah sekretaris desa.

Di sana mereka sudah memadati beberapa gunungan tumpeng. Sebab setiap kali menggelar selamatan desa tradisi jabutan tidak boleh ketinggalan.

Jabutan adalah berebut makanan yang digantung di ujung benang yang diikatkan ke bambu. Bambu itu ditancapkan ke suatu wadah. Dan untuk mengambilnya harus dicabut.

Dari situ munculah istilah jabutan (dicabut). Dalam tradisi jabutan ini, berbagai makanan disajikan yang merupakan simbol dari sedekah bumi. Antara lain, pisang, jeruk, onde-onde, krupuk, tape hitam, polo pendem (ubi jalar, ubi ungu, ubi merah, ubi cokelat, talas, kacang tanah).

Selain itu juga ada selembaran uang mulai Rp 2 ribu, Rp 5 ribu, hingga Rp 10 ribu. Tumpengan itu sebelumnya terlebih dahulu diarak oleh perwakilan masing-masing RW di Desa Beji.

Sebelum prosesi jabutan dimulai, warga harus bersabar karena ada beberapa ritual lainnya yang harus dilakukan. Ritual tersebut di antaranya doa, setelah doa usai diucapkan ratusan warga Desa Beji terdiri dari anak-anak, remaja, dan dewasa yang sudah menunggu langsung bergegas lari menuju lokasi jabutan.

Hanya hitungan detik, empat tumpeng jabutan ludes. Warga begitu cepat menghabiskan jabutan karena mereka sudah bersiap membawa kantong plastik cukup besar.

Menurutnya budaya seperti ini setiap tahun harus dilakukan dan tidak boleh luntur. Selain itu juga sebagai wujud syukur nikmat penghidupan.

Dengan bertambahnya usia, harapannya masyarakat DesaBeji lebih sejahtera dan guyub rukun. Terlebih bulan Oktober mendatang ada Pilkades.

“Semoga Desa Beji dapat pemimpin yang mampu mengenban amanah masyarakat dan peduli,” tutupnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (plt) Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu Imam Suryono mengatakan, selamatan desa di Kota Batu perlu dilestarikan. Terlebih ritual di masing-masing desa yang memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri karena ini yang menjadi daya tarik.

“Ya, sebuah ritual itu sesuatu yang unik dan menarik, sehingga di desa-desa ini perlu dilestarikan seperti di desa Beji ini. Karena ini akan menarik minat dari wisatawan,” tuturnya. (Der/Ulm)