Oleh: Amran Umar *
MALANGVOICE – 17 April 1960, tepatnya 56 tahun yang lalu, dunia mencatat, di Surabaya lahir sebuah organisasi kepemudaan yang menaungi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Tujuan awal berdirinya PMII waktu itu, pada 1960 partai-partai besar mempunyai angkatan muda, khususnya di kalangan mahasiswa, seperti GMNI, HMI, Masyumi dan lain sebagainya. Tetapi NU yang memiliki basis massa terbesar, justru tidak memiliki. Sehingga muncullah ide dari setiap daerah untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan bernama PMII (KH Nuril Huda, Pendiri PMII).
Dalam perjalanannya, PMII melewati banyak tantangan, terutama pada awal berdirinya, mulai penolakan dari kalangan internal NU maupun dari luar NU, serta independensi PMII pada 1972 di Lawang, Malang, Jawa Timur, yang selanjutnya sering disebut sebagai Deklarasi Murnajati, dimana secara struktural PMII lepas dari Banom NU.
Mulai saat itu PMII berkembang sangat pesat, ketika itu dipimpin sahabat Zamroni, yang dalam waktu bersamaan beliau juga menjabat sebagai presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Dari berbagai tantangan di atas hingga peran PMII ikut meruntuhkan kekuasaan Orde Baru pada 1998, organisasi ini mampu melewati semuanya, walau tidak berjalan mulus.
Hingga saat ini PMII memiliki 220-an cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, dan bisa dikatakan menjadi organisasi dengan jumlah kader terbanyak.
Arah Gerakan PMII
Dengan jumlah kader yang begitu banyak, PMII memiliki tanggung jawab dan tugas besar bagi bangsa, karena PMII harus mampu mengawal segala kebijakan yang ada, serta menjadi garda terdepan dalam menangkal gerakan radikalisme di kalangan mahasiswa khususnya, dan masyarakat Indonesia umumnya.
Lalu bagaimana dengan PMII saat ini, Apakah sudah mampu menjawab tantangan zaman? Bagaimana kondisi kadernya di seluruh Tanah Air? Itu semua merupakan pertanyaan yang harus dijawab para kader PMII saat ini. Bahwa PMII berdiri dengan tujuan sangat mulia, sebagaimana tertuang dalam AD/ART, yakni terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu, dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Kader PMII saat ini harus mampu mengatasi segala bentuk permasalahan yang terjadi di masyarakat, sehingga harus menguasai berbagai hal dalam pandangan arah gerakanya, di antaranya:
Kecerdasan Intelektual (IQ). Hal ini sangat penting, baik untuk kepribadian kader maupun masyarakat luas, karena yang dikedepankan rasionalitas. Dalam hal ini kader harus mampu bertindak terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkunganya secara efektif. Artinya, ketika seseorang sudah menjadi kader PMII, maka dia harus mampu memberikan yang lebih. Contoh kecil, misalnya di dalam kelas, kader PMII harus tampil beda, di mana IPK nya harus lebih tinggi dari lainya.
Kecerdasan Emosional (EQ). Harus diakui, PMII merupakan organisasi kemahasiswaan yang mengedepankan intelektualitas, yang mampu mengontrol emosinya dalam situasi dan kondisi apapun., sehingga kecerdasan emosional itu dapat mengasah kemampuan untuk meredam emosi dan mengarahkanya kepada hal-hal yang bermanfaat. Sebab, tujuan akhir dari mahasiswa adalah memberikan kontribusi positif bagi masyarakat luas.
Kecerdasan Spiritual (SQ). Selain menguasai IQ dan EQ, kader PMII juga harus menguasai kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini digunakan untuk menyelesaikan masalah kaidah dan nilai-nilai, yang akan membawa seseorang kader mencapai kebahagian hakiki, mampu menyeimbangkan antara tugas sebagai mahasiswa, keluarga, dan tentu Yang Maha Kuasa. Artinya, ke depan, arah gerakan PMII tak hanya menyelesaikan berbagai masalah pada tataran sosial masyarakat saja, tapi juga ideologi serta menebar kedamaian bahwa perbedaan itu indah.
Dari berbagai penjelasan di atas, jelaslah bahwa kader PMII harus mampu menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat, menjadi garda terdepan membela kaum tertindas, bersinergi dengan segala elemen masyarakat untuk bersatu padu menjaga NKRI ini, serta harus mampu menjadi aktifis di dalam kelasnya, yakni menjadi pembeda secara intelektual dengan mahasiswa lainya.
Secara kontektual, di usia yang ke-56 tahun ini, PMII harus menciptakan kader yang berintelektual serta profesional, bukan hanya menjadikan kader sebagai kader demonstran, tapi diimbangi dengan kapasitas keilmuan yang matang, yang mampu menjawab tantangan zaman.
Selamat Hari Lahir PMII yang ke-56, semoga tambah jaya, pembela bangsa penegak agama, tangan terkepal dan maju kemuka!
*Amran Umar, Ketua Komisariat PMII Unisma.