Puluhan Karya Totarist ‘Tamasya’ di Galeri Raos

MALANGVOICE– Puluhan karya visual perupa Totarist Sosial Merbawani ditampilkan dalam pameran tunggal bertajuk ‘Tamasya’ di Galeri Raos, Kota Batu. Perupa asal Kabupaten Batang, Jawa Tengah itu dikenal dengan karya-karya yang memadukan lanskap, arsitektur bersejarah, dan eksplorasi budaya.

Perjalanan kreatifnya dipengaruhi dari pengalaman masa kecilnya yang tumbuh di lingkungan pedesaan asri dan penuh keterbatasan. Serta berangkat dari pengalaman Totarist dalam mengelola taman wisata di kotanya. Memadukan seni, estetika, dan pengalaman menikmati alam asri untuk menciptakan ruang inspirasi bagi pengunjung, sebagaimana ia juga melakukannya dalam karya-karya visualnya.

2.500 Konsumen PCX 160 Riding Bareng Jelajah Keindahan Trawas

Perspektif kekaryaan Totaris menempatkan dirinya yang terjebak dalam ambivalensi, antara keindahan alam memukau dan dorongan untuk membangun sebagai bentuk kuasa manusia atas alam. Ia memadukan kekaguman pribadi atas keindahan alam dengan kompleksitas pembangunan yang terkait dengan industri dan kemajuan teknologi.

“Totarist yang lahir di sebuah perbukitan yang asri, terbiasa menyerap keindahan lanskap alami yang hijau dan berbukit. Namun bagi Totarist, dorongan manusia untuk membangun dan akhirnya mengintervensi lanskap adalah tak terhindarkan,” ujar Kurator Pameran Tunggal Tamasya, Rain Rosidin.

Pameran tunggal Tamasya karya Totarist merupakan kelanjutan dari pameran Tunggal sebelumnya di Jakarta yang berjudul Sang Pambangun. Karya-karya Totarist diawali dari ketertarikannya dalam melukiskan pemandangan alam. Namun karyanya menampilkan pula ketertarikannya pada dorongan manusia untuk membangun di tengah-tengah lanskap alami.

Seri Tamasya membawa gagasan bahwa bangunan bersejarah terutama candi candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah juga bangunan manusia yang mengintervensi lanskap. Namun kehadiran mereka yang telah melewati sejarah panjang menciptakan harmoni dan keselarasan dengan lingkungan sekitarnya. Dalam pameran Tamasya, Totarist mengusung makna baru, ‘perjalanan’ yang tidak hanya melibatkan pengalaman fisik, tetapi juga intelektual dan emosional.

Totarist melukiskan kembali bangunan bangunan itu bersandingan dengan hasil rekayasa manusia di era kini. Di atas bidang lukisan itu, Totarist memberi tirai tirai garis bantu sebagaimana gambar rancang bangun arsitektural. Perspektif yang kadang berbeda arah muncul dari garis-garis yang kadang tidak bertemu pada satu titik lenyap yang sama.

“Pameran ini menghadirkan karya-karya yang memadukan keindahan visual dengan refleksi kritis tentang pelestarian warisan budaya di tengah arus modernisasi,” imbuh dia.

Karya-karya dalam pameran ini menggambarkan hubungan dinamis antara manusia, ruang, dan waktu. Bangunan bersejarah, dan lanskap Nusantara dihidupkan kembali melalui garis perspektif imajiner yang menyilang, menciptakan dialog dengan situasi hari ini. Garis-garis perspektif yang mengintervensi lanskap dalam karyanya merepresentasikan berbagai sudut pandang dalam memahami dan merawat warisan budaya.

“Karya-karya ini juga mengundang penonton untuk merenungkan bagaimana kita dapat menjaga keseimbangan antara pembangunan modern dan pelestarian nilai-nilai tradisi,” pungkas Dosen Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta tersebut.(der)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait