Psikolog: Kaum Gay Butuh Pendampingan

MALANGVOICE – Praktisi Psikologi Universitas Brawijaya (UB), Ratri Nurwanti, menanggapi penggerebekan sembilan pria yang mengaku tergabung dalam Ikatan Gay Kota Batu (IGABA) di pemandian air panas di Songgoriti, Kota Batu, Sabtu (29/7).

Ratri memandang hal tersebut dari sudut pandang psikologis, bahwa kaum Lesbian, Gay, Bisexsual dan Transgender (LGBT) sebenarnya ingin mendapat pengakuan dari publik tentang kelompok mereka.

“Grup atau komunitas gay memang sudah lama ada. Namun, baru beberapa akhir ini mereka lebih berani berekpresi dan punya keinginan untuk diakui,” kata Ratri saat dihubungi MVoice, Senin (31/7).

Ratri menambahkan, saat ini, dalam ilmu Psikologi dan kesehatan mental, homoseksual tidak masuk dalam kategori gangguan mental. Namun lebih pada preferensi seksual yang dipengaruhi kondisi perkembangan, lingkungan sosial, atau faktor genetik.

“Tidak dapat didiagnosis sebagai sebuah gangguan mental. Bahkan jika memang mereka ingin kembali menjadi heteroseksual, masih belum ada terapi yang spesifik dan resmi untuk itu. Kembali lagi, ini soal preferensi (pilihan) mereka,” tambahnya.

Homoseksual, bukan juga faktor utama penyebab seseorang kecanduan seks. Para homoseksual, menurut Ratri, memang cenderung lebih terbuka dengan aktivitas seksual mereka, tapi bukan berarti mereka kecanduan seks. Bagaimanapun, Ratri mengakui bahwa aktivitas yang dilakukan homoseksual masih dianggap bertentangan dengan moral dan norma yang berlaku di masyarakat Indonesia.

“Karena kecanduan seksual ini juga bisa dialami mereka yang heteroseksual lho. Jadi belum tentu, mereka yang homoseksual kecanduan seksual,” tukas dia.

Ratri menyarankan, bagi masyarakat yang menemukan keluarga, teman atau kenalan yang homoseksual, sebaiknya tidak dijauhi, melainkan didampingi. Jangan sampai mereka merasa terasingkan. Jika sudah terasingkan, ada kecenderungan untuk mencari pengakuan atau ikut orang/kelompok lain yang dikhawatirkan lebih menjerumuskan. Selain itu mengasingkan keluarga yang homoseksual juga dapat menyebabkan mereka mengalami depresi atau gangguan mental lain yang lebih berat.


Reporter: Anja Arowana
Editor: Deny Rahmawan
Publisher: Yuliani Eka Indriastuti
spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait