Produksi Film Brush With Danger, Livi Zheng 32 Kali Revisi

Livi dan fans

MALANGVOICE – Sutradara muda asal Kota Blitar, Livi Zheng, melewati perjuangan keras untuk sampai mampu menembus Hollywood. “Skrenario saya berkali-kali ditolak, dan berkali-kali direvisi,” ungkapnya.

Livi Zheng sampai mampu menciptakan karya dengan kualitas Hollywood, sebenarnya sangat bertolak belakang dengan latar pendidikannya. Ia awal menetap di Amerika Serikat untuk kuliah di jurusan ekonomi University of Washington, di Seattle.

Selama lima tahun menuntut ilmu ekonomi di Negeri Paman Sam, Livi Zheng mulai tertarik dengan dunia perfilman. Ia bersama komunitasnya pun mencoba menekuni dunia barunya, perfilman.

Berkiprah di dunia film ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Banyak tahapan yang harus ia lalui. Diawali dengan menjadi pembantu umum, wardrobe, editing diberbagai setting film pendek, dan indie. ”Semua saya pelajari agar bisa tahu lebih mendalam tentang dunia perfilman,” cerita Livi Zheng, saat berkunjung ke Malang, hari ini.

Livi Zheng kelahiran Blitar 1989 itu kini menetap di Los Angeles. Ia mengaku sampai tertarik menekuni dunia perfilman terinspirasi dari kehidupan Bruce Lee, aktor film laga terkenal. Menurutnya, sebelum namanya tenar, Bruce Lee juga bekerja di belakang layar untuk film-filmnya.

Livi Zheng dengan semangatnya terus berburu pengetahuan agar benar-benar bisa menjadi produser film. Ia pun menemui seorang produser eksekutif dan mencari tahu cara membuat film di Hollywood.

”Kata produser itu, syarat untuk bisa membuat film adalah harus punya skenario terlebih dahulu,” cerita Livi Zheng.

Dari sinilah, Livi Zheng menyusun skenario cerita film laga. Ceritanya itu diinspirasi kehidupan temannya asal Ethiopia yang berjuang belajar dan membiayai kuliah di Amerika Serikat.

Cerita sudah tersusun, tapi perjuangan Livi Zheng belum berakhir. Ia menghadapi lagi persoalan baru untuk menyempurnakan skenario film. Padahal menurutnya skenario sudah sesuai harapannya. ”Skenario harus direvisi sebanyak 32 kali sampai akhirnya bisa dianggap layak,” ungkapnya.

Setelah skenario layak diproduksi, tetap saja persoalan belum berakhir. Untuk memproduksi menjadi sebuah film, butuh biaya yang jumlahnya tidak sedikit. Livi harus mencari sponsor untuk membiaya produksi, membayar kru film dan pengeluaran lainnya.

Selesai? Ternyata tidak. Livi masih dihadapkan persoalan kru. Dikatakan, kru film Hollywood tidak mudah menerima tawaran memproduksi film. Mereka masih mempelajari dulu skrip yang sudah disusunnya.

“Banyak kru yang menolak ajakan saya. Saya merasa bahwa disini letak kesalahan ada pada diri saya. Jadi, saya revisi lagi skenario tersebut lalu saya tunjukkan juga hasil akhir skenario kepada mereka. Satu persatu, banyak kru yang mulai tertarik dengan tawaran ini,” cerita Livi Zheng.

Gayung bersambut. Livi Zheng berhasil mendapatkan kru yang memiliki pengalaman membuat film box office. Ada juga mantan kru film Expendables, dan film-film besar Hollywood lainnya bekerja membuat film Brush with Danger.

Baginya, keberhasilan merupakan kepuasan tersendiri dan butuh perjuangan. Sebagai sosok produser film Hollywood, Livi Zheng berpesan kepada sineas muda Indonesia bahwa untuk sukses dan berhasil kuncinya harus berani gagal dan meluangkan waktu untuk belajar. “Pesan saya untuk sineas muda, banyaklah mencari pengalaman di lokasi syuting dan juga proses editing film,” ujar Livi.