PPKM Darurat Berdampak Okupansi Hotel di Kota Malang Turun Hingga 90 persen

Ilustrasi salah satu hotel yang ada di Kota Malang, (MG2).

MALANGVOICE – PPKM Darurat yang berjalan sejak 3 hingga 20 Juli, berdampak pada menurunnya segala sektor perekonomian dan wisata di Kota Malang. Tentu saja kondisi ini berimbas pada penurunan pendapatan.

Salah satunya dirasakan pengusaha hotel. Bahkan tingkat okupansi hotel mengalami penurunan yang cukup drastis hingga mencapai 90 persen.

“Tingkat hunian hotel biasa 10 kamar, sedang hotel besar hanya lima kamar. Pokoknya rata-rata tingkat okupansi hanya 10 persen. Itu pun sudah susah payah,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Malang, Agoes Basoeki, Selasa (13/7).

Dia menambahkan, dengan kebijakan larangan menggelar resepsi selama PPKM Darurat juga menjadi penyumbang menurunnya jumlah pengunjung.

“Sebelumnya masih diperbolehkan dengan pembatasan jumlah yang hadir hanya 30 orang. Tapi sekarang tidak boleh sama sekali,” tuturnya.

Untuk mematuhi peraturan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang. Pihak hotel memasukkan 50 persen karyawan (WFO) dan 50 persen lainnya menjalankan WFH. Namun rata-rata hotel memutuskan untuk membayar sebagian karyawan yang masuk dengan sistem harian.

Sedangkan untuk yang WFH atau dirumahkan tidak mendapatkan bayaran.

“Jadi rata-rata gitu. Tapi kalau ada hotel yang masih tetap ya itu tergantung kontraknya,” kata dia.

Hal itu, dilakukan karena dampak dari pendapatan hotel yang bergantung pada okupansi penurunan secara drastis.

Menurut Agoes, jika rencana perpanjangan PPKM Darurat jadi dilakukan bakal membuat hotel-hotel mengalami kerugian besar dan paling parah akan ada yang menutup usahanya.

Dari situ, dia berharap PPKM Darurat ini tidak diperpanjang sehingga sektor pariwisata khususnya hotel bisa kembali bangkit.

“Makanya kebijakan-kebijakan ini perlu dipertimbangkan. Kalau diperpanjang terus, maka hancur sudah. Hotel-hotel bisa ditutup,” terangnya.

Selain itu, untuk membantu selama PPKM Darurat ini, pihak hotel berharap mendapatkan relaksasi atau pengurangan pajak. Seperti halnya beberapa daerah yang telah menerapkan kebijakan tersebut.

“Kota-kota lain sudah. Tapi istilahnya bukan pengurangan. Bagi yang tidsk memungut pajak ya tidak bayar atau boleh ditunda. Kami berharap ada bantuan semacam itu dari pemerintah. Bantuan sosial untuk karyawan, perusahaan juga dapat bantuan dari Kementerian. Keringanan pajak, keringanan tarif PLN, air dan lain sebagainya,” tandasnya.(end)