PJJ Berkepanjangan Dikhawatirkan Menurunkan Kompetensi Belajar

PTM menjadi metode pembelajaran yang efektif dalam mentransformasi ilmu pengetahuan. Saat ini PTM digelar terbatas yakni 50 persen dari daya tampung ruang kelas. (MG1/Malangvoice)

MALANGVOICE – Pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas diberlakukan sejak 21 Maret lalu di Kota Batu. Kebijakan itu diberlakukan untuk seluruh jenjang pendidikan, kecuali TK dan PAUD karena peserta didiknya belum divaksin.

Pelaksanaan PTM mengakhiri metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) via daring. PJJ digelar hampir dua bulan seiring tingginya kasus penularan Covid-19 pada pertengahan Februari lalu.

Meski terbatas, peserta didik maupun pengajar menyambut terselenggaranya PTM. Kepala SMPN 1 Kota Batu, Tatik Ismiati khawatir terjadinya learning loss jika pembelajaran daring diterapkan berkepanjangan. Hal itu menjadikan kompetensi belajar peserta didik rawan jeblok. Dampak jangka panjangnya, akan mengalami kehilangan generasi penerus yang berkualitas.

“Pembelajaran daring bikin miris pengajar. Karena peserta didik tidak paham lingkungan belajarnya. Tidak saling mengenal antar teman, bahkan merapuhkan hubungan emosional antara guru dan murid,” kata dia.

Ia pun menginginkan agar PTM bisa terus dilakukan berkesinambungan. “Terus terang kami sebagai pendidik ini sangat khawatir dan kasihan dengan keadaan pembelajaran sekarang. Anak usia sekolah ini tidak bisa merasakan bagaimana pembelajaran yang seharusnya dilakukan. Semua itu mereka dapat dalam keadaan terbatas,” imbuh dia.

Pelaksanaan PTM digelar terbatas, yakni 50 persen dari daya tampung ruang kelas. Sistemnya digelar, sehari mengikuti PTM, sehari PJJ daring. Selain berpotensi memicu learning loss, pembelajaran daring tak lepas dari kendala seperti akses terganggunya jaringan internet. Termasuk kuota yang membebani wali murid.

“Dalam proses PJJ itu kami tidak bisa melakukan kontrol penuh terhadap siswa dalam pemahaman. Sedangkan dalam PTM kita bisa melakukan kontrol pembelajaran, serta membangun hubungan antara guru dan siswa,” ujar Kepala SMAN 2 Batu Anto Dwi Cahyono.

Jika memilih antara PTM dengan PJJ, Anto tegas mengatakan PTM yang ia pilih. Meskipun begitu menurut Anto ada dua sisi yang bisa didapatkan. Pertama sebagai orang tua proses pendampingan PJJ menjadi hal baru. Karena belajar teknologi yang sebelumnya tak akrab sehari-hari di kalangan para orang tua.

“Cuma itu tadi, PJJ juga terdapat persoalan seperti hambatan jaringan. Bahkan yang paling utama, ialah terhambatnya jalinan psikologis antara guru dengan murid,” tutur Anto.(der)