Pilot Paralayang Tak Terpengaruh Cuaca Buruk untuk Mengudara

Paralayang Tandem Sedang Landing (Achmad Sulchan An Nauri)

MALANGVOICE – Cuaca tak menentu akibat efek la nina belakangan ini berimbas pada banyak sektor. Namun siapa sangka, wisata yang sangat bergantung pada kondisi angin malah tak berpengaruh.

Adalah wisata Paralayang yang tak terdampak cuaca tak menentu tersebut. Pilot paralayang mengaku sudah mempelajari situasi dan cuaca demi keamanan.

Para pilot mengatakan bahwa waktu sekolah mendapatkan lisensi juga sudah ada pelatihan gimana menghadapi cuaca ektrem. “Selain itu, kami juga belajar tentang ilmu meteorologi,” jelas salah satu Master Tandem dan Safety Officer, Ahmad Fauzi di landing paralayang Desa Songgokerto, Kecamatan Batu, Kamis (19/11).

Dengan bekal tersebut pilot paralayang sudah hafal kapan waktu untuk take off dan tidak. Jika memungkinkan maka akan take off, jika tidak ya tidak memaksa.

“Memang butuh keberanian tinggi terbang di cuaca seperti ini. Tapi untuk yang sudah senior dan memiliki lisensi, pasti tahu apa yang harus dilakukan,” ucap pria 51 tahun itu.

Dibutuhkan ketenangan yang terlatih dalam menerbangkan paralayang. Kepanikan merupakan sesuatu yang berbahaya, karena dalam kepanikan penerbang paralayang sulit mengambil keputusan jika terjadi kesalahan di atas udara.

Ketenangan ini merupakan syarat wajib bagi pilot tandem. Penanganan kepada tandem ketika tejadi masalah juga sangat diperlukan.

Fauzi mengatakan jika kebanyakan pilot yang kurang pengalaman akan panik, itulah yang paling penting. “Padahal ketika dalam kondisi genting seperti apapun seharusnya kami bisa menenangkan tandem,” ujarnya.

Dalam masa pandemi ini pilot paralayang menggunakan pakaian serba panjang. Hal ini dilakukan agar tetap mematuhi protokol kesahatan covid-19.

Hal tersebut sebagai upaya mencegah sentuhan secara langsung antara pilot dan tandem. Jika terjadi hujan dan angin mencapai lebih dari 20 kilometer per jam, maka semua take off akan dibatalkan.

“Keselamatan tetap nomor satu. Jika Tuhan mengizinkan untuk terbang, maka kami akan selalu terbang,” tutup pria asal Singosari tersebut.

Selama pandemi ini pilot paralayang rata-rata terbang 2 kali sehari. Sebelumnya bisa sampe lima kali dalam sehari. “Selama satu hari ada 10 pilot yang bertugas,” lanjutnya.

Salah satu pengunjung yang mencoba tandem paralayang mengatakan bahwa olahraga ekstrem ini seru. “Banyak tantangannya ketika diatas membuat jantung berdegup kencang karena saya takut ketinggian,” jelas salah satu pengunjung dari sulawesi, Yusrianto.

Setelah kembali dibuka untuk umum juli lalu, wisata paralayang masih belum seramai dulu.

“Tak ada kenaikan, sejak dicabutnya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) pengunjung malah turun 40%,” ucap Kepala Pengelola Wisata Paralayang, Arief Leksono.

Pada hari biasa hanya ada 150 sampai 200 orang pengunjung yang datang per harinya. Sedangkan saat weekend 300 – 400 orang. Jauh dari sebelum Covid – 19 menyebar.

Hari biasa pengunjung bisa mencapai 300 orang dan saat weekend lebih dari 600 pengujung. Pria berumur 33 tahun itu menjelaskan pemulihan ekonomi dampak pandemi menjadi salah satu alasan masyarakat belum berfokus untuk berwisata.

Selama ini promosi – promosi lewat sosial media sudah dilakukan pihak pengelola untuk menarik wisatawan kembali. Karena sepinya pengunjung jam operasional pun dikurangi dari yang dulunya bisa buka 24 jam, sekarang hanya buka jam 07.00 – 22.00 WIB.

Namun, hal itu juga bisa berdampak positif dengan mudahnya pengelola melakukan perawatan lingkungan.
Farida, seorang pedagang di area paralayang juga membenarkan pernyataan tersebut. “Jauh beda sekali dari dulu (sebelum pandemi). Penghasilan pun pasti sangat menurun,” katanya.

Pria yang menjadi bagian dari salah satu wisata terbesar di Batu sejak 10 tahun lalu ini berharap agar situasi segera kembali seperti normal. Pasalnya dengan minimnya pengunjung, biaya perawatan juga ikut mengering.(der)