Oleh Anwar Hudijono*
Begitu besar harapan dunia bahwa Maroko bisa terus melenggang ke final Piala Dunia Qatar 2022 dengan menumbangkan raksasa Perancis di babak semifinal Kamis dini hari (15/12/2022).
Sebelumnya secara spektakuler Tim Singa Atlas Afrika ini menjungkalkan Portugal di babak 8 besar. Menciak Spanyol di babak 16 besar. Di babak penyisihan Grup F Hakim Ziyech dan kawan-kawan memukul Belgia 2-0. Maroko memaksa tiga raksasa sepak bola Eropa itu pulang, tidur kemulan sarung melungker seperti trengiling.
Harapan yang besar terhadap Maroko ini ini berintikan pada aspirasi masyarakat dunia yang menginginkan perubahan. Masyarakat dunia mulai jenuh dan muak serta mual dengan hegemoni Barat. Dengan uangnya, Barat menyedot banyak potensi pemain bola di belahan dunia yang lain. Dengan hegemoniknya, Eropa mendapat jatah melebihi benua lain di Piala Dunia.
Eropa sudah terlalu sombong. Mereka menganggap sepak bola modern itu ya hanya Eropa. Menganggap sepak bola Afrika itu sepak bola primitif berbau mistik.
Apalagi setelah Brasil gagal ketika menjadi tuan rumah Piala Dunia 2014 dengan digulung Jerman 0-8. Berarti supremasi Eropa sudah tak tertandingi karena bisa merebut juara dunia justru di Brasil yang dianggap sebagai jantung kekuatan sepak bola dunia selain Eropa. Sebelumnya hanya Brasil yang bisa merebut juara Piala Dunia ketika digelar di Eropa (Swedia 1958). Supremasi Barat ditunjukkan di Piala Dunia Rusia 2018 seluruh finalis tim Eropa.
Tatanan Global
Harapan perubahan di sepak bola ini hanya bagian kecil. Perubahan yang sebenarnya diinginkan adalah perubahan tatanan global. Sekitar 300 tahun Barat menguasai dunia sejak Pax Britanica atau imperium Inggris menjadi penguasa dunia dilanjut dengan Pax Americana atau imperium Amerika.
Ternyata peradaban Barat yang disebar ke seluruh dunia adalah peradaban palsu. Inilah makna simbolik sabda Rasulullah bahwa salah satu tanda akhir sejarah manusia adalah “matahari terbit dari Barat”.
Istilah matahari terbit dari barat tidak bisa dipahami secara tekstual, apa adanya. Sebab, sesuai ketentuan Allah, matahari itu terbit dari timur ke barat. Untuk itu harus dipahami sebagai simbolik. Pasemon. Matahari adalah simbol peradaban.
Jika matahari terbit dari barat berarti berarti matahari palsu. Berarti peradaban yang diekspor Barat itu pada dasarnya peradaban palsu.
Matahari terbit dari Barat atau peradaban palsu ini simbolik dari jawaban Namrud atas tantangan Ibrahim agar kalau memang dirinya tuhan agar memutar matahari terbit dari barat.
Konten peradaban palsu itu misalnya, LGBT, imperialisme (penjajahan) termasuk 350 tahun di Indonesia. Penindasan. Perampokan sumber daya ekonomi dan energi dari negara-negara belahan dunia lain, khususnya negara jajahan untuk dibawa ke Barat. Barat bersifat munafik.
Saya yakin 350 tahun hegemonik Barat inilah yang jauh sebelumnya diprediksi Rasulullah sebagai era “mulkan jabriyan” (raja/penguasa yang memaksakan kehendak). Dimenisi memaksakan kehendak itu luas termasuk menindas, meneror, merampok, menjajah, memperbudak bangsa lain.
Ciri mulkan jabriyan ini ada pada Amerika (dan Amerika adalah bosnya Barat). Sampai-sampai filosuf Amerika sendiri, Noam Chomsky menyebut Amerika sebagai teroris nomor satu dunia. Amerika itu sebagai pirat atau bajak laut.
Kemunafikan Barat ini disindir oleh Maroko dengan memberikan kemenangannya untuk Palestina. Suporternya terus menyayikan lagu Rajawi Filistina yang berisi dukungan perjuangan rakyat Palestina atas penjajahan Israel. Barat mendukung apapun sepak terjang Israel, sementara tutup mata terhadap nasib rakyat Palestina.
Dimulai Kehancuran
Apakah Maroko nanti bisa menjungkalkan raksasa Perancis di semifinal seperti Dawud (David) mengalahkan Jalud (Goliat)? Itu masalah lain lagi belaka. Yang pasti dari Qatar angin perubahan yang dihembuskan Maroko telah bertiup dengan desingan isu Palestina. Angin akan terus membesar bertiup ke seluruh relung dunia.
Kalau angin perubahan sudah bertiup kencang, pasti sia-sia status qua akan bertahan mati-matian. Malah bisa-bisa mati beneran.
Kapan terjadinya perubahan global? Hanya Tuhan yang tahu. Yang pasti Tuhan sudah menorehkan bahwa perubahan itu sunatullah (ketetapan hukum) yang pasti terjadi. Bahwa Tuhan menentukan kemenangan dan kekalahan itu secara bergiliran.
“Wa tilkal ayyamu nudailuha bainan nas. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia. (Quran, Ali Imran 140).
Semoga saja perubahannya berlangsung smooth, indah seperti perubahan angin laut ke angin darat, seperti perubahan dari malam ke siang. Tapi juga harus waspada karena bisa saja perubahan berlangsung sangat keras seperti pecahnya puncak gunung Gunung Tengger Purba menjadi kaldera Bromo.
“Setiap era baru selalu dimulai dengan kehancuran. Benda benda langit yang sejajar melambangkan tentang itu,” kata Resi Byasa dalam Mahabharata.
Dan, Quran juga sudah menegaskan di surah Al Isra 58.
“Dan tidak ada satu negara pun (yang penduduknya durhaka) melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami sisa (penduduknya) dengan siksa yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Lauh Mahfudz).
Kita perlu merenungkan kemungkinan ini. Apalagi di Ukraina sedang terjadi perang yang bukan mustahil akan berkobar menjadi perang nuklir. Dan perang nuklir pasti merupakan siksaan yang sangat berar bagi yang terkena.**
Rabbi a’lam (Tuhan Maha Tahu).
*Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo. Peraih PWI Jatim Award kategori Tokoh Pers Daerah 2022
14 Desember 2022