MALANGVOICE– Pemkot Batu menerbitkan sejumlah rekomendasi atas evaluasi pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG). Hal ini buntut insiden belasan pelajar di SMPN 1 Kota Batu yang mengalami muntah-muntah usai menyantap menu MBG. Evaluasi tersebut sebagai proteksi dini agar makanan yang didistribusikan lebih higienis dan aman dikonsumsi.
Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto menuturkan, Pemkot Batu akan menyusun SOP lebih ketat. Sehingga insiden keracunan tak terulang. Karena prinsipnya, MBG digulirkan untuk memberi manfaat, bukan mencelakakan. Program ini digulirkan untuk memenuhi asupan nutrisi bagi para pelajar, karena kualitas makanan yang didistribusikan harus terjamin.
Evaluasi SPPG, Pelajar Berhak Menolak Menu MBG Tak Layak Konsumsi
“Tujuannya proteksi dini. Jangan sampai kasus seperti ini terulang. Anak-anak harus tetap mendapat asupan bergizi tapi dengan kualitas yang benar-benar terjamin,” tutur politisi Gerindra itu.
Ia menyampaikan, sejumlah rekomendasi tersebut mulai dari penyusunan regulasi yang lebih jelas, memperkuat peran stakeholder dalam sosialisasi, hingga melibatkan media dalam mendukung penyebaran informasi kepada masyarakat. Berdasarkan catatan evaluasi, masalah yang muncul di antaranya terkait verifikasi SPPG, penyusunan serta penerapan SOP pengiriman MBG, hingga peran petugas lapangan sebagai role model dalam implementasi program.
“Kemarin itu, mual dan sakit perut namun tidak diare, makanya kita lakukan pendalaman terlebih dulu. kajiannya perlu diketahui. Sinergi bersama ini harus betul-betul dijalankan agar tidak menimbulkan masalah baru dalam proses MBG, terlebih perlindungan penerima yang notabene warga Kota Batu,” papar Heli.
Insiden keracunan menu MBG yang dialami belasan pelajar di SMPN 1 Kota Batu terjadi pada 24 September lalu. Begitu gejala muncul, siswa langsung mendapat penanganan awal di Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Untungnya, tidak ada yang harus dirujuk ke rumah sakit. Kondisi belasan siswa itu berangsur membaik hanya dalam waktu sekitar satu jam.
Saat itu, makanan MBG datang ke SMPN 1 Kota Batu dan diterima langsung oleh PIC (penanggung jawab) sekolah. Menu hari itu adalah nasi putih, ayam bumbu kecap, tahu goreng, pakcoy bawang putih dan buah stroberi. PIC menemukan ada sayuran pakcoy yang sudah berlendir. Mengetahui hal itu, pihak sekolah langsung mengumumkan agar lauk tersebut tidak dikonsumsi siswa. Meski begitu, sekitar 30 menit setelah makan, 12 siswa menunjukkan gejala gangguan pencernaan.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu turun tangan dan melakukan uji klinis secara mandiri. Hasilnya para siswa tidak mengalami keracunan berat, melainkan gangguan pencernaan. Selain itu, pihak Dinkes mengambil sampel makanan untuk kajian epidemiologi. Sampel diuji dua kali, yakni pukul 07.00 WIB dan 16.00 WIB, meliputi nasi, ayam bumbu kecap, tahu goreng, pakcoy bawang putih dan buah stroberi.
Hasil kajian menunjukkan adanya indikasi foodborne intoxication atau keracunan akibat bakteri. Yakni Bacillus cereus maupun Staphylococcus aureus. Dua bakteri ini sering menyerang sistem pencernaan. Ada beberapa dugaan penyebab munculnya bakteri. Pertama, makanan dikemas dalam kondisi masih panas lalu langsung ditutup rapat.
Kedua, bahan pangan yang digunakan diduga kurang segar, khususnya ayam dan stroberi. Selain itu, ada faktor panjanya jeda waktu antara proses memaksa hingga makanan dikonsumsi. Dari proses produksi hingga makanan dikonsumsi anak-anak bisa memakan waktu hingga sembilan jam.
Sementara itu, Kordinator Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) Kota Batu, Meita Syahrani Nurfida mengatakan kejadian menu MBG basi terjadi karena kesalahan management SPPG.
“Memang benar terkait permasalahan kemarin yang terjadi itu karena soal management SPPG yang bermasalah dan ini yang harus ditindak lanjut,” urainya.(der)