Peringati HKN, Dinkes Kota Malang Terus Sosialisasi Cegah Stunting

Seminar Ilmiah Cegah Stunting Untuk Generasi Sehat Indonesia di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Sabtu (24/11). (Lisdya)
Seminar Ilmiah Cegah Stunting Untuk Generasi Sehat Indonesia di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Sabtu (24/11). (Lisdya)

MALANGVOICE – Peringati Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-54, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang menggelar Seminar Ilmiah Cegah Stunting untuk Generasi Sehat Indonesia di Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Sabtu (24/11).

Dalam sambutannya, Kepala Dinkes Kota Malang, Asih Tri Rachmi menyampaikan pesan sesuai dari Kementerian Kesehatan, dalam peringatan HKN ke 54 ini mengajak seluruh masyarakat untuk terus menjaga pola hidup sehat.

“Mari kita kobarkan semangat untuk menggerakkan pola hidup sehat dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya yang dimulai dari diri kita masing-masing,” katanya.

Namun, di sela-sela ajakan pola hidup sehat, ternyata permasalahan kesehatan yang masih terjadi di Indonesia sangat tinggi. Terutama pada ibu-ibu dan anak-anak. Seperti, angka kematian ibu hamil maupun stunting.

Dalam lingkup Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat kedua angka stunting tertinggi. Hal ini dikarenakan masyarakat yang masih belum paham perbedaan antara stunting ataupun bayi terlahir pendek.

Dosen FK UB yang sekaligus menjadi pemateri, Ariani menjelaskan stunting terjadi akibat kekurangan zat gizi kronis selama proses yang panjang, yakni selama seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang berarti dari kehamilan 0-9 bulan hingga anak usia 2 tahun.

“Kalau selama 1000 HPK si anak kekurangan gizi maka akan tumbuh stunting,” jelasnya.

Ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa stunting menyebabkan balita mudah sakit, tumbuh pendek, rendahnya prestasi, IQ menurun, penghasilan rendah, dan pada akhirnya banyak hidup dalam kemiskinan.

Balita stunting juga berisiko menderita penyakit degeneratif ketika dewasa seperti obesitas, diabetes, jantung, dan lain sebagainya.

Sedangkan, balita pendek terjadi akibat status gizi, berdasarkan panjang atau tinggi badan dan berat badan diukur sesuai dengan usianya.

“Balita pendek juga bisa terjadi akibat faktor genetik dari orangtuanya. Jadi balita pendek nggak bisa disebut stunting,” tandasnya.(Der/Aka)