Perhutani Malang Sebut Banjir Bandang Bukan karena Alih Fungsi Lahan

lahan perhutani yang menjadi lahan pertanian. (Mvoice/Istimewa).

MALANGVOICE – Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Perusahaan Umum Kehutanan Negara Indonesia (Perhutani) Malang, membantah banjir bandang di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, akibat alih fungsi lahan di lereng Gunung Arjuno.

“Banjir itu bukan diakibatkan alih fungsi lahan di lereng Gunung Arjuno, tapi karena penggarapan lahan. Alih fungsi lahan itu perubahan fungsi hutan dari satu fungsi ke fungsi yang lainnya,” jelas Administratur KPH Perhutani Malang, Candra Musi, Selasa (9/11).

Candra mengakui kawasan tersebut dulunya memang merupakan hutan yang beralih menjadi kawasan pertanian, namun bukan masuk dalam peralihan fungsi hutan.

Menurutnya, dalam pengelolaan hutan ada tiga fungsi. Pertama,fungsi konservasi, yakni untuk melindungi satwa dan tumbuhan. Kedua, fungsi lindung untuk melindungi meteorologi, kesuburan tanah dan iklim.

Ketiga, lanjutnya, fungsi produksi, memang hutan untuk diambil produksinya. Hutan produksi sendiri ada dua, yakni hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu.

“Di hutan produksi itulah ada yang namanya tebangan dari hasil hutan kayu maupun nonkayu seperti getah atau rotan. Tapi tidak menutup kemungkinan ada namanya agroforestry, tanaman buah-buahan itu yang namanya fungsi hutan,” jelasnya.

Candra menjelaskan, di Kota Batu memang ada lahan yang semula hutan lalu berubah menjadi lahan pertanian. Makanya pihaknya bakal mengevaluasi ulang pasca terjadinya banjir bandang di Kota Batu ada penggarapan lahan oleh masyarakat.

“Rata-rata mereka menanam tanaman musiman, seperti sayuran. Ini pekerjaan rumah kita, bagaimana nanti tidak menanam tanaman semusim seperti sayuran tapi tanaman tahunan misalnya jeruk, alpukat, dan sebagainya,” terangnya.

Lanjut Candra, tanaman tahunan tersebut mampu memperkuat permukaan tanah yang akan mengurangi run-off atau tanah yang terbawa oleh air karena akan menjadi timbunan di hilirnya.

“Itu yang penting, karena lahan Perhutani di kawasan Kota Batu ada sekitar 6.000 hektar. Hutan lindung 2.900 hektar sisanya 3.000 hektar hutan produksi. Dari 3.000 hektar itu, 600 hektar yang kami awasi, dan akan berproses untuk mengidentifikasi yang ada penggarapan lahan pertaniannya,” bebernya.

Untuk itu, tambah Candra, kawasan hulu di Kota Batu sebagai tempat air harus dipertahankan karena curah hujan yang cukup tinggi.

Karena itulah Perhutani Malang sejak tahun 2005 tidak pernah melakukan penebangan lagi, dan membuka investasi dengan bekerja sama dengan pihak swasta untuk mengembangkan wisata di lahan milik Perhutani.

Meski demikian dia mengaku masih belum mengetahui pasti berapa luas lahan dan pendapatan yang diterima Perhutani.

“Saya masih baru di sini. Saya masuk per November ini. Pastinya, kami akan memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Saya sampaikan bahwa Dirut saya kemarin sudah mengecek ke lokasi dan langsung melakukan penanaman di Pusung Lading untuk konservasi,” pungkasnya.(end)