MALANGVOICE – Proses penjaringan calon rektor (carek) UIN Maliki masih terus bergulir. Setelah 8 hingga 21 Februari lalu tahap awal, sosialisasi dan pengumuman pendaftaran, saat ini sudah memasuki penyiapan pengiriman dokumen ke Kemenag.
Meski begitu, tidak banyak warga kampus yang tahu mengenai penjaringan calon rektor itu. Padahal, saat ini sudah muncul tiga nama yang bakal menjadi UIN 1.
Mereka adalah Prof Dr H Abdul Haris MAg dari UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Dr HM Khusnuridlo MPd dari STAIN Jember serta Prof Dr Mudjia Raharjo, calon petahana.
Salah satu warga kampus yang tidak tahu dengan pemilihan carek adalah mahasiswi Fakultas Tarbiyah.
“Kok kayaknya adem ayem saja ya Mbak, seperti tidak ada pemilihan rektor. Seperti tidak ada apa-apa,” kata dia saat ditemui MVoice di masjid kampus, Kamis (23/3).
Menurut mahasiswi yang enggan menyebutkan namanya itu, dia tidak tahu menahu apa prosesnya memang tertutup atau mahasiswa yang kurang berpartisipasi untuk mengetahui perkembangan kampus.
“Saya tidak tahu sekarang prosesnya seperti apa. Malah ada dua kandidat yang dari luar UIN Malang ya. Setahu saya waktu pendaftaran ada banyak kandidat dari dalam, tapi kok yang keluar cuma satu nama saja,” tanya dia.
Menurut dia, proses penjaringan calon rektor saat ini masih kurang transparan. Sebagai mahasiswa dia ingin segala proses disosialisasikan, agar tidak timbul kecurigaan.
“Kalau sekarang kan kurang transparan ya. Dikhawatirkan ada main gitu. Walau mahasiswa tidak terlibat dalam proses, setidaknya kami tahu karena kan mereka yang akan pimpin kami,” kata mahasiswi angkatan 2015 itu.
Sementara itu, mahasiswa yang lainnya, Shulhan Zainul Afkar juga meminta agar proses penjaringan carek lebih transparan, sehingga mahasiswa mengenal para kandidat.
“Dulu ada pengumuman melalui baliho di kampus. Terus rusak karena hujan deras. Sekarang kayaknya sudah nggak ada lagi,” kata dia.
Shulhan berharap, siapapun yang akan menjadi UIN 1, bisa membawa kampus tersebut menjadi lebih baik dan berkualitas.
“Siapa saja boleh yang penting kampus lebih baik, walau mereka dari luar UIN tidak apa-apa,” tegas dia.
Sementara itu, ketika wartawan mencoba mencari informasi di ruang Panitia Penjaringan (Panjar), rektorat lantai 1, kantor tersebut kosong melompong tidak ada orang, walau pintu terbuka lebar.