MALANGVOICE – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang, ditengarai telah menghambat investasi PT Lotte Grosir Indonesia (LGI) yang berniat mengucurkan investasi hingga mencapai Rp 300 milyar.
Lantaran, Pemkab Malang menuding rencana investasi PT LGI tersebut melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan dan Pengendalian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Dengan mengacu pada Perda tersebut, akhirnya Pemkab Malang tidak menerbitkan izin untuk PT LGI. Padahal, tak sedikit toko grosir hingga swalayan modern di Kabupaten Malang, yang justru menabrak Perda nomer 3.
Kuasa PT Lotte Grosir Indonesia, Punto Wijoyo mengatakan, sebenarnya pihaknya sudah mengurus izin sesuai prosedur yang berlaku.
“Kami mengurus izin, sejak tahun 2018 lalu, dan telah telah mengantongi Nomor Induk Berusaha (NIB), ynag fungsinya sebagai pengganti semua surat izin usaha terdahulu yang diwajibkan pemerintah untuk dimiliki oleh para pengusaha. Tapi, modal NIB itu tidak cukup bagi Lotte Grosir Indonesia yang berencana berinvestasi di Kabupaten Malang,” ucapnya, saat ditemui awak media, Rabu (27/11).
Akhirnya, lanjut Punto, pihaknya mengikuti semua aturan yang berlaku. Pada September 2018, Lotte Grosir Indonesia mendapat izin pemanfaatan ruang (IPR) dari Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPKPCK) Kabupaten Malang.
Kemudian, pada 14 Maret 2019, sosialisasi terhadap masyarakat dilakukan Lotte Grosir Indonesia. Atas rencana pembangunan Lotte Grosir Indonesia di Jalan Raya Mondoroko, Kelurahan Banjararum, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, masyarakat setuju dan tidak ada keberatan.
Selanjutnya pada 22 Maret, Lotte Grosir Indonesia mengajukan keterangan domisili melalui online simple sub mission (OSS) dan telah disetujui. Keterangan domisili itu diterbitkan oleh pihak Kelurahan Banjararum.
“Di bulan yang sama, Badan Pertahanan Nasional (BPN) juga menerbitkan pertimbangan teknis bagi Lotte Grosir Indonesia. Sehingga tanggal 29 Maret, Lotte Grosir Indonesia kemudian mengajukan UKL/UPL, mendapatkan persetujuan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang,” jelasnya.
Punto menjelaskan, setelah itu, memasuki 9 April, pihaknya berlanjut mengajukan izin lokasi ke Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu (DPMTSP) Kabupaten Malang. Disitu disebutkan, jika selama tiga hari tidak ada penolakan, maka izin lokasi tersebut diterima.
“Saat itu, kami selama 14 hari menunggu, dan kami tidak mendapatkan keterangan penolakan. Hingga pada 29 April, DPKPCK menerbitkan keterangan rencana Kabupaten Malang. Kami pun meneruskan mengurus analisis dampak lingkungan (AMDAL) Lalin ke Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Hasilnya, Dirjen Perhubungan Darat menyetujui AMDAL tersebut,” ulasannya.
Setelah itu, tambah Punto, masalah ini muncul ketika pihak Pemkab Malang dalam hal ini DPMTSP mengembalikan berkas Lotte Grosir Indonesia dan menyatakan bahwa izin tidak dapat diproses.
“Pada 14 Mei 2019, Kepala DPMTSP Pemkab Malang, Subur Hutagalung gak ada keputusan sampai sekarang. Pak Subur sebenarnya juga mengakui, Perda ini bertentangan dengan undang-undang (undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, red), jadi gak tahu ini siapa yang gak ngerti. Pemkab ini membuat sengsara orang, semua izin sudah di urus, tapi yang terakhir kok justru tidak bisa keluar. Ada apa ini,” tegasnya
Punto pun mengaku kecewa dengan Pemerintah Kabupaten Malang. Terlebih lagi, rencana pemerintah pusat untuk menarik sebanyak-banyaknya investor tidak dijalankan dengan baik oleh pemerintah daerah.
“Lelah sekali kami ini. Tujuh kali sudah ketemu pak Sanusi (Bupati Malang, red). Diminta untuk sabar terus,” tegasnya.
Sebagai informasi, PT Lotte Grosir Indonesia termasuk penanam modal asing yang berasal dari Korea Selatan. Di seluruh Indonesia, mereka sudah memiliki 31 gerai.(Hmz/Aka)