Pembentukan BKR Malang Setelah Mendengar Berita Proklamasi RI dari Kelompok Bawah Tanah yang Bertugas Menyadap Radio

Dari kiri; Bambang Soepeno, Abdul Rachman (Tatsuo Ichiki) Komandan PGI Malang, Kapten Ridwan Naim.

MALANGVOICE – Ketika Jepang mulai jatuh dari kemenangan-kemengan setelah tentara Sekutu dapat menembus garis pertahanan Jepang di Lautan Pasifik, kesatuan-kesatuan bersenjata bentukan Jepang seperti Peta dan Heiho bisa jadi masalah besar bagi Jepang, apalagi setelah meletusnya pemberontakan Peta di Blitar. Ujungnya, pada rapat Gun-shireikan, 14 Agustus 1945, diputuskan untuk membubarkan Peta dan Heiho. Kondisi ini disambut baik oleh para pemuda, khususnya oleh mereka yang pernah memiliki pengalaman militer seperti mantan anggota Peta, Heiho, dan KNIL.

Pada 19 Agustus 1945, panglima terakhir Tentara Keenambelas di Jawa Letnan Jenderal Nagano Yuichiro mengucapkan pidato perpisahan kepada seluruh anggota Peta. Para anggota Peta diberi pesangon sebesar 6 bulan gaji, jatah bahan makanan dan bahan pakaian. Tetapi, mereka tidak diberitahu tentang proklamasi kemerdekaan yang telah diumumkan Soekarno-Hatta.

Atas inisiatif mantan shodancho Bambang Soepeno, dikumpukanlah para mantan shodancho, seperti Sugito, Soeprapto, Purbo S, Suwondo, dan Ippang Sudianto. Mereka mendengar berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia dari teman yang tinggal di Jalan Bromo, kelompok bawah tanah yang bertugas menyadap berita radio. Mereka juga sering berkumpul di Jalan Merapi, rumah Pak Tjokronegoro, orang Indonesia mantan tentara Jepang, berpangkat kapten (Chu-i) dan bertugas di Seinendojo Malang.

Dalam sebuah rapat yang diadakan di Rumah Imam Soedjai (mantan Daidan Peta), Jalan Tenis 28 Malang, pada 24 Agustus 1945, dibentuklah BKR (Badan Keamanan Rakyat) Malang, sebagai wadah perjuangan untuk membela tanah air Indonesia. Dihadiri oleh sebagian besar mantan anggota Peta, terbentuklah pengurus BKR Malang, yakni: Ketua Imam Soedjai, Wakil Ketua Iskandar Soelaiman, dan anggota-anggotanya adalah Subianto, Hamid Rusdi, Mochlas Rowie, Sulam Samsun, Sochifudin, dr. Imam, Iwan Stamboel, Soesilo, Asmanu, Ridwan Naim, Moetakat, Bambang Soepeno, D. Soekarijadi, Soenjoto, Slamet, Soejono, Abdul Manan, Soegito, Soedi Hardjohoedojo, Mr. Abdul Wahab (ahli hukum), dan Abdul Rachman (Kepala Polisi Malang).

Dokter Imam diberi mandat untuk mengambil alih urusan rumah sakit, dan Bambang Soepeno bertugas membentuk BKR Penyelidik. BKR di kota-kota lain dalam karesidenan pun lalu dibentuk, seperti BKR Probolinggo diketuai oleh Soedarsono, BKR Lumajang dipimpin dr. Soedjono, dan BKR Pasuruan diketuai oleh Poerwowijono.

Sejalan waktu, terbitlah Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober 1945 yang menyebut diadakannya TKR (Tentara Keamanan Rakjat), berlanjut dengan pengumuman untuk mobilisasi umum yang disambut dengan semangat oleh para pemuda yang kemudian berbondong-bondong memasuki TKR. Ini merupakan langkah maju, dan otomatis BKR-BKR yang sudah ada diubah menjadi TKR.

Di Malang, antusias para pemuda mengakibatkan makin bertambahnya jumlah anggota pasukan dalam kesatuan-kesatuan TKR, maka markas divisi yang semula berada di Jalan Semeru 42 (bekas kantor Kenpetai) dipindahkan ke Jalan Suropati (sekarang kantor Inmindam Brawijaya). Organisasi pun disempurnakan, TKR DIvisi VIII yang bermarkas besar di Malang dipimpin Mayjen Imam Soedjai sebagai Panglima dan Kololonel Iskandar Soelaiman sebagai Kepala Staf.

Di pusat, Jakarta, mantan mayor KNIL Oerip Soemohardjo diberi mandat menyusun organisasi dalam TKR. Diumumkan bahwa pimpinan tertinggi TKR adalah Soeprijadi (tokoh pemberontakan Peta) dan Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf Umum TKR. (idur)