MALANGVOICE– Gedung Graha Pancasila Balai Kota Among Tani ditata layaknya ruang seni saat penyelenggaraan Pameran Seni Kaligrasi ‘Aksara Ilahi’, Rabu (22/10). Pameran seni yang digelar hingga 28 Oktober ini diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional 2025 serta rangkaian perayaan Hari Jadi ke-24 Kota Batu.
Pameran ini diikuti 15 perupa kaligrafer dari Kota Batu seperti Koebo Sarawan, Badrie Sudjono Djonet, A Rokhim hingga Agus Sujito. Serta perupa undangan luar daerah seperti D. Zamawi Imron, Bambang Priyadi hingga Syaiful Adnan.
Mereka menampilkan karya-karya dengan beragam medium seni mulai lukisan hingga instalasi. Hal itu memperlihatkan kekayaan eksplorasi gaya artistik dari tiap perupa. Langgam corak-corak warna yang dipadukan pun menghadirkan kesan yang begitu teduh.

Penyair dan Budayawan, D. Zamawi Imron menyebut bahwa pameran kaligrafi ini bukan sekadar suguhan visual, melainkan ruang refleksi spiritual. Setiap goresan tinta, ukiran, hingga desain adalah wujud dari pengabdian yang tidak hanya bersifat estetis, tetapi juga bernilai ibadah. Seni khat merupakan sebuah seni yang menyimpan berbagai nilai dan juga erat hubungannya dengan Sang Maha Pencipta. Sehingga perlu untuk terus dijaga eksistensinya.
“Kaligrafi ini indah dan penuh makna. Seni kaligrafi ini erat hubungannya dengan rasa ta’aruf kepada Allah. Jadi sebenarnya kaligrafi yang bagus itu bisa menjadi media untuk kehalusan perasaan agar semakin ta’aruf,” ujar penyair berjuluk Celurit Emas itu.
Pameran ini diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat luas untuk melihat Al-Qur’an bukan hanya sebagai kitab bacaan dan hafalan, tetapi juga sebagai sumber kreativitas yang menghidupkan budaya dan seni. Di tengah perkembangan teknologi, munculnya karya digital modern juga menjadi penanda bahwa kaligrafi mampu menyesuaikan diri tanpa kehilangan ruh keilahiannya.
Ia menyebutkan, untuk menumbuhkan seni kaligrafi kepada masyarakat khususnya generasi milenial harus ada apresiasi yang dilakukan ke semua kalangan masyarakat. Sehingga, seni kaligrafi ini semakin dikenal dan digemari. Untuk tetap menjaga eksistensi seni kaligrafi di zaman sekarang ini, lanjutnya, merupakan sebuah tantangan yang harus dihadapi. Zawawi mengatakan itu merupakan tugas baik dari seniman maupun pecinta seni kaligrafi untuk terus meningkatkan serta menjaga eksistensi seni ini.
Tidak hanya itu, pemerintah dan institusi pendidikan juga harus terus menggaungkan khususnya generasi milenial agar seni ini tidak tergerus oleh perkembangan zaman. Terlebih saat ini dengan perkembangan teknologi informasi yang terus meningkat, generasi milenial sibuk dengan teknologi yang ia miliki tanpa sadar untuk tetap mempelajari seni kaligrafi dan hanya mempelajari budaya barat yang tidak seluruhnya positif.
“Justru di era milenial ini juga kaligrafi bisa menjawab tantangan zaman dan perlu kaligrafi religius yang juga bisa digemari dan disenangi serta disukai oleh masyarakat modern,” lanjutnya.
Khat tidak hanya media ekspresi artistik, tetapi juga memainkan peran membentuk identitas seni Islam dalam menyampaikan nilai-nilai spiritual dan estetika. Mencerminkan penghormatan mendalam terhadap kitab suci Al-Qur’an serta menonjolkan keindahan bahasa Arab sebagai elemen estetis yang unik. Hal ini tak lepas dari larangan representasi figuratif dalam seni Islam mendorong para seniman untuk fokus pada seni non-figuratif, termasuk pola geometris dan kaligrafi.
Kaligrafi kemudian tidak hanya menjadi elemen estetika tetapi juga sarana untuk menyampaikan pesan religius dan filosofis. Larangan ini mendorong seniman Islam untuk menciptakan bentuk seni yang menonjolkan abstraksi, simbolisme, dan kesederhanaan, mencerminkan sifat transenden dari keindahan ilahi. Konsep estetika Islam ini tidak hanya mencakup visual, tetapi juga pengalaman spiritual yang mendalam.
Sebagai pengganti seni figuratif, seni Islam berkembang dengan fokus pada pola pola geometris, motif floral, dan kaligrafi. Pada era modern, seni ini tidak hanya menjadi bagian dari tradisi tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi seniman kontemporer. Kaligrafi Islam kini serin diaplikasikan dalam karya seni modern, desain grafis, dan instalasi seni, menunjukkan fleksibilitas dan relevansinya di era globalisasi.
Dosen Seni Rupa Unesa, Djuli Djatiprambudi dalam tulisanya menyebutkan, lameran ini sangat menarik lantaran seni kaligrafi jarang digelar di negeri yang mayoritas Islam. Lantaran seniman yang menekuni bidang ini bisa dibilang minoritas. Para perupa di era kini lebih fokus pada praktik senj rupa non kaligrafi yang lebih dinamis dan memperlihatkan spirit kekinian.
“Anggapan itu tidak keliru sepenuhnya. Fakta historis menunjukkan bahwa seni kaligrafi dinilai sudah baku, dipraktikkan secara ketat, lantaran kandungan nilai di balik tulisan indah itu adalah ayar-ayat suci Al- Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW,” ujar dia.
Dengan sejarah perjalanan yang begitu panjang, seni kaligrafi diprakitikan di berbagai belahan dunia yang berlandaskan spirit estetika Islam. Seni ini merepresentasikan capaian puncak dalam peradaban Islam. Mencerminkan prinsip estetik Islam didasarkan pada simbol keindahan. Simbol keindahan tersebut bukan menampilkan realitas atau benda-benda di alam semesta. Melainkan pada refleksi ruhaniah atas kemahabesaran Sang Maha Pencipta.
“Sumber olah cipta seni kaligrafi Islam adalah ketauhidan. Pameran ini hendak memberikan nafas dalam seni rupa modern bernafas Islam,” kata Djatipriambudi
Karya mereka kaya dengan eksplorasi estetik seni rupa kaligrafi bernafaskan Islam. Diekspresikan dalam seni lukis, seni patung, dan seni instalasi. Karya-karya tersebut memancarkan daya pukau estetik yang bertolak dari ketajaman imajinasi dan intuisi dalam merefleksikan pengalaman transendensinya. Yaitu pengalaman spiritualitas yang memancarkan dimensi batin terdalam, subyektif dan subtil serta merefleksikan laku kerohaniaan (tariqah) dan nilai kebenaran (haqiqah) yang dihayatinya.
“Dalam konteks lebih luas, pameran ini memperlihatkan rentetan semangat invensi estetik dalam seni rupa modern Indonesia.Gejala pertemuan arus kemodernan dan spiritualitas Islam muncul sejak awal dekade 1970,” papar dia.
Pada dekade tersebut kecenderungan unsur-unsur huruf Arab (seni kaligrafi) muncul sebagai elemen estetik yang menyatu dalam seni lukis abstrak. Sejak itu dikenal luas istilah seni lukis kaligrafi yang dipelopori sejumlah perupa akademik di Bandung seperti Achmad Sadali, A.D. Pirous, Abay D. Suparna dan perupa akademik di Yogyakarta seperti Amri Yahya, Hendra Buana, Syaiful Adnan dan Yetmon Amir.
Kemunculan seni rupa modern di Indonesia bernafaskan Islam, satu sisi memperlihatkan ekspresi estetik spiritualitas. Sisi lainnya menegaskan watak seni rupa modern di Indonesia memiliki arus perkembangan berbeda dengan seni rupa modern barat. Seni rupa modern mengajarkan spirit memburu kebaruan terus menerus yang menolak tradisi, spiritualitas dan keagamaan. Melalui perspektif itu, karya yang tersaji di pameran ini menegaskan sebuah peleburan yang mempertemukan arus praktik seni rupa modern dari segi gaya, teknik dan media dengan spiirit estetika Islam pada seni kaligrafi.
“Inilai seni rupa yang meneduhkan dan merefleksikan ketauhidan serta modernitas,” tandas dia.
Sementara itu, Wali Kota Batu, Nurochman mengapresiasi kegiatan ini dalam rangka peringatan Hari Santri 2025 dan rangkaian perayaan HUT ke-24 Kota Batu. Ini termasuk agenda yang menarik mengingat Kota Batu sebagai kota wisata. Sehingga melalui pameran ini diharapkan dapat menarik antusias masyarakat dari berbagai daerah, bukan hanya pariwisata tapi juga kesenian kaligrafi.
“Agenda pameran seni kaligrafi nasional kali pertama di Kota Batu. Saya berharap agenda ini menjadi agenda rutin tahunan, semoga lebih besar dan semakin berkembang. Ini juga salah satu bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap para perupa lokal di Kota Batu untuk menampilkan ekspresi karyanya,” papar politisi PKB itu.
Kepala Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu, Onny Ardianto menyampaikan, pameran ini merupakan bentuk dukungan Pemkot Batu agar seni kaligrafi semakin berkembang. Mengingat banyak sekali para perupa di Kota Batu yang menaruh minat kekaryaan pada seni kaligrafi.
“Di samping itu, kami juga mengundamg pelukis kaligrafi dari luar daerah. Memang ini terinspirasi dari kegiatan sebelumnya yakni Kenduri Seni Rupa. Lalu kita mematangkan konsep bagaimana supaya setelah kenduri rupa, ada perupa lainnya yang difasilitasi. Karena intinya dari pameran ini adalah mengajak masyarakat menikmati karya-karya dan menjadi sumber inspirasi,” ungkap dia
Menurutnya, pameran ini tidak hanya menjadi ajang pamer karya seni, tetapi juga perwujudan harmoni antara nilai spiritual, budaya, dan estetika Islam. Di engah era digital yang serba cepat, kaligrafi tetap relevan sebagai media dakwah yang estetis, berbudaya, dan penuh makna.
“Kegiatan ini juga memperkuat identitas Kota Batu sebagai daerah daya daya tarik destinasi wisata sekaligus pusat peradaban seni dengan nilai spiritual. Keindahan tulisan Arab yang sarat makna menjadi simbol bagaimana iman, ilmu, dan seni dapat bersatu dalam satu ekspresi yang menggugah hati,” pungkasnya.(der)