OJK Malang Tunjukkan Kepada Ibu-ibu Beda Pinjol Legal dan Ilegal

Kepala OJK, Sugiarto Kasmuri (kanan) memberi literasi tentang keuangan kepada kaum perempuan. (Mvoice/Noordin)

MALANGVOICE – Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sugiarto Kasmuri, mengingatkan kepada masyarakat, khususnya kaum hawa tentang pinjaman online (Pinjol) yang marak dan membawa korban tidak sedikit, bahkan sampai triliunan rupiah.

Peringatan Sugiarto ini disampaikan saat mengumpulkan kaum perempuan yang tergabung dalam berbagai komunitas, mulai pengurus PKK Kota Malang, anggota IIPOJK, serta anggota IWABA dan Karyawati OJK.

Dengan gelaran talkshow bertajuk ‘Optimalisasi Peran Perempuan pada Sektor Ekonomi melalui Pengelolaan Keuangan yang Tepat’, Rabu (22/12), Sugiarto mengajak para perempuan terutama ibu-ibu melek literasi keuangan.

Terlihat hadir dalam acara tersebut, Ketua TP PKK Kota Malang Widayati Sutiaji, Ketua Ikatan Istri Pegawai OJK Reiza Sugiarto Kasmuri, Pendiri dan Pembina Preman Super Peni Budi Astuti serta perwakilan dari Pegadaian.

Sugiarto mengaku sengaja mengundang kaum perempuan dalam acara ini karena menurut Survey Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) oleh OJK pada tahun 2019, menunjukkan pemahaman dan pemanfaatan produk dan/atau layanan produk jasa keuangan oleh kaum perempuan masih setingkat dibawah pemahaman kaum laki-laki.

Menurutnya, riset tersebut mencatat 36,13 persen perempuan Indonesia yang berpengetahuan tentang lembaga jasa keuangan sekaligus produk dan jasa keuangan. Angka ini lebih rendah dibanding pria yang memiliki tingkat literasi 39,94 persen.

Ilustrasi perbedaan Pinjol legal dan ilegal. (Mvoice/ilustrasi)

Khusus tentang pinjaman online atau lebih dikenal dengan Pinjol, Sugiarto menegaskan, sebenarnya di OJK tidak ada istilah tersebut serta terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi sgar disebut legal.

“Di OJK tidak ada istilah Pinjol. Yang ada Fintech peer to peer lending. Fintech ini tidak punya duit. Hanya perantara. Yang punya duit lender, sedangkan yang meminjam namanya borrower. Nah, fintech ini yang menghubungkan antara lender dan borrower,” katanya.

Inilah, lanjut Sugiarto, fintech legal karena fintech yang ilegal tidak memiliki sistem Peer to Peer lending. Mereka meminjamkan uang sendiri sehingga saat jatuh tempo mereka meneror peminjam dan orang-orang terdekat peminjam.

Sugiarto lantas menjelaskan pembeda fintech legal dan illegal. Ciri-ciri yang paling mudah mendeteksi fintech ilegal saat melakukan penawaran menggunakan SMS atau WA.

“Itu saya pastikan ilegal. Kedua, mereka bisa mengakses data, tidak dibatasi. HP (Ponsel, red) kita dikloning. Tolong jangan keliru ya bu, dikloning, bukan dikeloni,” candanya seraya menjelaskan fintech legal, hanya bisa mengakses camera, microphone, dan location,” tegasnya.

Untuk memberantas fintech illegal ini, kata Sugiarto, OJK Malang tidak dapat bergerak sendiri namun melibatkan seluruh pihak termasuk masyarakat. Caranya dengan menggalakkan upaya preventif melalui sosialisasi dan edukasi masyarakat agar tidak terjerat pinjol ilegal.(end)