MALANGVOICE – Proyek prestisius kereta gantung dipastikan tak lagi hanya sekedar wacana yang menggantung.
Satu langkah yang menentukan realisasi proyek itu dilakukan Among Tani Foundation (ATF) yang menjalin nota kesepahaman dengan perusahaan Austria, Doppelmayr Geraventa Group.
Penandatanganan nota kesepahaman yang digelar di kantor ATF disaksikan pula oleh Komisaris Among Tani Indonesia (ATI) pada Rabu (1/6).
Direktur ATF, Nurbani Yusuf mengatakan, nota kesepahaman yang dijalin kedua belah pihak memiliki masa berlaku selama enam bulan. Langkah itu sekaligus menjawab keraguan masyarakat, khususnya warga Kota Batu yang kerap mempertanyakan kapan kereta gantung dibangun.
“Mou ini menjadi katalisator realisasi pembangunan kereta gantung. Posisi ATF berada di tengah sebagai penghubung keinginan masyarakat dan pengusaha. Karena kami hanya sebagai inisiator yang menggagas pembangunan kereta gantung,” kata Nurbani.
Dalam proyek ini, perusahaan asal Austria itu berperan dari sisi teknis pembangunan kereta gantung. Sebelumnya perusahaan ini telah membangun proyek serupa di kawasan tambang Freeport, Taman Impian Jaya Ancol dan Pulau Kumala Tenggarong.
Dengan begitu, Kota Batu menjadi proyek keempat pembangunan kereta gantung. Konsepnya mengusung kepariwisataan senafas dengan Kota Batu yang bertumpu pada sektor pariwisata. Serta baru kali pertama di Indonesia, kereta gantung dibangun di wilayah yang memiliki topografi pegunungan.
Penempatan stasiun utama dipilih di Rest Area Jalibar Desa Oro-oro Ombo. Rutenya sepanjang 1 kilometer melintasi area yang dikelola Perhutani menuju kawasan wana wisata Coban Rais.
Dengan panjang rute tersebut, pembangunan kereta gantung menelan biaya sekitar Rp300-400 miliar bersumber dari swasta dan konsorsium badan usaha berupa koperasi maupun CV. Peletakan batu pertama tower kereta gantung dijadwalkan pada 8 Agustus nanti.
“Maka ATF berperan mengawal jalannya pembangunan agar bermanfaat bagi masyarakat Kota Batu. Proyek ini bukan untuk kepentingan elitis. Makanya butuh independensi dan integritas,” seru Nurbani.
Teknisi Doppelmayr Geraventa Group perwakilan Indonesia, Hans R Jost menyatakan, walaupun berdiri di kawasan pegunungan, hal tersebut tak menjadi kendala berarti bagi pihaknya. Sebab pihaknya sudah berpengalaman selama 100 tahun dalam melakukan pembangunan kereta gantung di berbagai negara. Juga menguasai lebih dari 50 persen pembangunan cable car di dunia.
“Kami rasa pembangunannya tidak akan sulit. Karena kami sudah berpengalaman selama 100 tahun dalam pembangunan cable car di seluruh dunia. Berbagai macam situasi dan kondisi sudah pernah kami alami. Di kawasan pegunungan sebelumnya kami juga sudah pernah membangun. Contohnya saja di Austria,” bebernya.
Ia mengatakan, dipilihnya rute kereta gantung Rest Area Jalibar menuju wana wisata Coban Rais karena menawarkan lanskap pemandangan yang elok. Tentunya juga akan menjadi daya tarik untuk mengundang animo wisatawan menikmati fasilitas kereta gantung.
“Dalam proses pembangunan tower tidak sampai menebang pohon yang berada di kawasan hutan yang dikelola Perhutani. Karena tinggi tower 5 meter dari pucuk atas pohon tertinggi,” jelas dia.(der)