MI Darul Ulum Kota Batu Hidupkan Tradisi Leluhur Sebelum Khitan

Prosesi Upacara Jamasan Sukmo Pusoko Rogo siswa MI Darul Ulum, Desa Pesanggrahan di Blumbang Macari, Jumat (13/4). (Aziz / MVoice)
Prosesi Upacara Jamasan Sukmo Pusoko Rogo siswa MI Darul Ulum, Desa Pesanggrahan di Blumbang Macari, Jumat (13/4). (Aziz / MVoice)

MALANGVOICE – Apa yang dilakukan MI Darul Ulum Kota Batu ini patut diapresiasi. Lestarikan budaya leluhur yang lama ditinggalkan, sejumlah 15 siswa mengikuti Upacara Jamasan Sukmo Pusoko di Blumbang Macari Desa Pesanggrahan Kota Batu, Jumat (13/4).

Tradisi ini merupakan prosesi sebelum anak laki-laki khitan alias sunat. Ada beberapa tahapan yang dilakukan anak dan didampingi ibu.

Pertama, yakni potong rambut. Maksud dari prosesi ini adalah bermakna memotong segala keburukan serta memohon kepada Tuhan untuk dibuang segala keburukan dan kesialan. Agar dilancarkan dalam kehidupan selanjutnya menuju kedewasaan.
Kemudian rambut itu disimpan oleh ibu yang mendampingi dalam wadah kantong plastik.

“Rambut yang dicukur dianjurkan ditimbangkan dengan timbangan emas. Kemudian orangtua anak diimbau bersedekah sesuai hasil timbangan tersebut,” jelas Kepala MI Darul Ulum, Ulul Azmi.

Tahapan berikutnya yakni mandi air bunga di Blumbang Macari. Kelopak bunga jenis mawar ini dipetik sendiri oleh para pelajar MI Darul Ulum. Lalu para ibu mulai menyiramkan air bunga kepada anaknya menggunakan gayung berbahan batok kelapa sebanyak 17 kali.

“Ini simbol membersihkan diri dari segala kotoran sehingga suci bersih,” sambung dia.

Usai mandi, dilanjutkan dengan pemijatan tubuh. Para ibu memijat anak-anaknya dengan menggunakan beras kencur. Pada zaman leluhur dipercaya bermanfaat melancarkan peredaran darah. Lalu terakhir, yakni sesi menyuapi anak oleh ibu.

Sebagai simbol atau pesan kepada anak bahwa hari ini adalah terakhir untuk mereka disuapi oleh ibunya yang selanjutnya harus makan sendiri. Atau bermakna telah injak usia tidak lagi anak kecil dan harus mandiri.

“Upacara ini merupakan tradisi lama yang sering digelar pada zamannya. Yakni khusus untuk anak sebelum dikhitan. Prosesi ini dilakukan oleh ibu sebagai penanda pelepasan serta persiapan anak menuju aqil balig.

“Kita harus melestarikan tradisi yang pernah ada diangkat lagi dengan berbagai potensi yang ada,” tutup Ulul.

Dia berharap upacara luhur ini tidak berhenti sekali ini.

“Besar harapan jadi agenda rutin setiap tahunnya. Dan semoga ada dukungan dari pemerintah,” imbuh Ulul.(Der/Aka)