Merasa Ditipu Leasing, Nasabah FIF Mengadu ke Polisi

ST saat melaporkan ke sat Reskrim Polresta Malang Kota. (Mvoice/Istimewa).

MALANGVOICE – Seorang nasabah leasing FIF mengungkapkan penyesalannya. Pasalnya, Sutikno (41) merasa ditipu leasing yang sudah diikutinya selama bertahun-tahun tersebut.

Sutikno akhirnya memilih untuk menempuh jalur hukum, karena dirinya merasa tertipu akibat kendaraannya dijabel dengan cara dirantai dan digembok sepihak. Hal itu terjadi ketika diminta datang ke kantor leasing yang berbeda di Jalan Buring Kota Malang, pada Sabtu (9/10) lalu.

Sutikno yang merupakan warga Jalan LA Sucipto Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, mengakui dirinya memang belum bisa membayar angsuran utangnya sebesar Rp10 juta yang sudah berjalan enam bulan dengan tenor satu tahun.

Padahal, Sutikno meminjam uang di leasing dengan anggunan atau jaminan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dengan angsuran Rp1.445.000 per bulan.

“Sepeda motor ini dulu saya beli kredit dan sudah lunas, ya di leasing ini. Tapi, karena ingin mengembangkan usaha dan butuh dana, BPKB saya anggunkan ke sini,” ucapnya kepada Mvoice, Rabu (13/10)

Sutikno menjelaskan, sebelumnya pembayaran angsuran tidak pernah menemui kendala, namun dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ini, dirinya mengaku usaha yang dijalankan lesu akibat adanya pandemi Covid-19.

“Usaha kecil-kecilan, jual kopi. Meski belum bisa membayar angsuran, saya tetap berupaya menganggsur walau tidak secara penuh. Pada Bulan September kemarin, saya membayar cicilan dengan cara transfer juga ke salah satu karyawan leasing,” akunya.

Namun, upaya dan usaha ST tersebut tidak digubris oleh leasing, meskipun pernah mentransfer angsuran melalui salah satu karyawan leasing bernisial ‘MT’.

“Kala itu, MT bilang jika ingin kendaraan tidak dijabel, saya suruh mengangsur tunggakan, ya saya transfer, buktinya ada kok,” tegasnya.

Akan tetapi, di hari Sabtu (9/10) kemarin, tiba-tiba ST dihentikan lima orang yang diduga sebagai karyawan eksternal (debt collector) saat melintas di Jalan Merdeka Kota Malang.

“Saat itu saya habis menyervis barang, tiba-tiba ada lima orang yang menghentikan laju motor saya. Mereka meminta saya untuk mendatangi kantor leasing di jalan Buring, Kota Malang,” jelasnya.

Ketika sampai di kantor leasing tersebut, lanjut ST, salah satu pegawai leasing, mengajak berbicara, dan mencapai kesepakatan jika dalam waktu satu bulan ada pelunasan semua tunggakannya. Namun, ketika keluar dari kantor tersebut, ST mendapati jika kendaraannya sudah dirantai, dan lima orang yang diduga sebagai debt colector eksternal tersebut menghilang begitu saja tanpa ada klarifikasi.

“Saya sangat kecewa, ulah mereka itu sangat merugikan, padahal dalam dua pekan ini saya akan melunasi semua tunggakan saya. Track record saya bagus kok, cuma beberapa bulan ini ada kelesuan ekonomi,” terangnya.

Dengan adanya perlakuan yang tidak manusiawi kepada nasabah, ST akan menempuh jalur hukum, terlebih setelah sepeda motor digembok, dirinya dibiarkan begitu saja, dan akhirnya pulang dengan menggunakan jasa transportasi online.

“Saya sekarang ini tengah menunggu itikad baik dari pihak leasing. Karena secara perlakuan, terhadap nasabahnya tidak manusiawi sekali, malah merugikan, saya telah menunjuk Kuasa Hukum dari LBH Malang, Mahapatih Law Office untuk menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.

Sementara, Ketua LBH Malang, Andi Rachmanto selaku Kuasa Hukum ST, menyampaikan bahwa terkait penarikan unit motor milik salah seorang jurnalis di Kota Malang, oleh salah satu leasing tersebut yang telah menjadi perhatian masyarakat perlu menjadi attensi bagi seluruh APH (Aparat Penegak Hukum).

“Pasalnya pasca keluarnya Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 & Putusan MK Nomor 2/PUU-XIX/2021, yang mana pada pointnya yakni pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri, sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan, antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur,” jelas Andi.

Andi menegaskan, dengan terbitnya putusan MK tersebut, sudah seharusnya menjadi solusi terbaik didalam penyelesaian obyek jaminan terkait sertifikat fidusia.

“Dalam putusan MK itu sudah jelas, apabila antara debitur dan kreditur tidak ada kesepakatan, janganlah main hakim sendiri atau sepihak, harus melalui putusan pengadilan,” pungkasnya.(der)