Menko PMK Wakafkan Tanahnya untuk Muhammadiyah dan Al Islam, Haedar Nashir: Awalnya Dituduh Kafir

MADIUN – Menteri Koordinator bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mewakafkan dua bidang tanahnya.

Kedua bidang tanah tersebut masing-masing untuk Perguruan Pendidikan Muhammadiyah Caruban, serta Paud dan TK Al Islam.

Perguruan Muhammadiyah Caruban terletak di Jalan Letjen Sutoyo Caruban, Kabupaten Madiun. Terdiri dari masjid, SMP Muhammadiyah 2 dan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM).

Kompleks perguruan ini diresmikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, Kamis (14/7).

Menteri PMK, Muhadjir Effendy (kiri) dan Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. (Mvoice/dok keluarga)

Adapun Paud dan TK Al Islam terletak di Dusun Mojorejo, Desa Klitik, Kecamatan Wonoasri atau sekitar 2 km dari perguruan Muhammadiyah.

Gedung Paud dan TK masih dalam proses pembangunan sekitar 80 persen. Gedung ini merupakan sumbangan keponakan Muhadjir, Dian Khumayya binti Achmad Suhadi.

Paud dan TK ini menjadi bagian dari MI Al Islam yang didirikan ayahanda Muhadjir, Guru Soeroya pada akhir dekade 1950. Kini perguruan Al Islam Mojorejo ini menjadi binaan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Sudah banyak sekali alumninya yang menjadi pejuang dan tokoh di bidang masing-masing, di antaranya adalah Muhadjir dan Brigjen TNI Rofi’i, staf ahli Panglima TNI.

Muhadjir tidak pernah menyatakan ke publik tentang wakafnya itu. Adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr KH Saad Ibrahim yang mengungkap pada saat peresmian perguruan Muhammadiyah Caruban.

“Perguruan ini dibangun di atas tanah yang diwakafkan oleh Pak Muhadjir Effendy. Saya tidak bermaksud riak. …Wa la khaufun alaihim wa la hum yahzanun,” katanya.

Ayat yang dibaca Saad Ibrahim adalah bagian dari Quran surah Al Baqarah 274. “Orang-orang yang mengingfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati”.

Dibangun Keroyokan
Muhadjir, anak ke-6 dari 9 bersaudara pasangan Guru Soeroya dan Hj Sri Subitah ini bercerita tentang asal muasal tanah itu.

Pada waktu ia menjadi Rektor UMM, mengantar mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sumbesari. Kepada Kepala Desa Sumbersari, Ashari, ia menyampaikan gagasannya untuk mendirikan sekolah.

Ashari tertarik dan bersedia menjual tanahnya dengan harga murah. “Pada waktu itu dijual sangat murah. Semoga menjadi amal jariyahnya Pak Ashari,” kata Muhadjir. Ashari hadir dalam peresmian itu.

Bangunan terakhir yang diselesaikan adalah MIM. Gedung yang ada di dekat stasiun Caruban sudah tidak mampu menampung murid yang berjumlah lebih 300 anak.

Maka dari itu harus segera dicarikan solusi. Untuk itulah dibangun MIM yang bersebelahan dengan SMPM 2 ini.

Istilah Muhadjir, MIM ini dibangun secara keroyokan. Rektor UMM Dr Fauzan yang menginisiasi pembangunannya. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang membangun pavingnya. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang membangun pagar.

Ia juga mengatakan bahwa pendirian bangunan baru MIM Caruban ini bukanlah akhir. Mendatang, akan ada Poliklinik Pratama yang secara bertahap dibangun menjadi sebuah rumah sakit.

“Tentu harus ada sinergi dengan rumah sakit daerah,” tambahnya dalam keterangan pers yang diterima Mvoice, Jumat (15/7).

Ia menegaskan bahwa Muhammadiyah ada untuk semua. Siapapun boleh masuk di sekolah Muhammadiyah tanpa memandang status, agama dan perbedaan lain. Tidak ada yang bersifat eksklusif, semua disediakan secara inklusif.
Budaya Barat

Haedar Nashir menjelaskan bahwa Muhammadiyah sudah merintis madrasah diniyah Islamiyah sejak 1 Desember 1911 yang menjadi cikal bakal pendidikan Islam modern.

Gagasan madrasah saat itu sangatlah berbeda dengan yang lain. Yakni dengan memadukan ilmu agama dan ilmu umum. Pun dengan sistem klasikal yang saat itu mirip seperti budaya Barat.

Lantaran menggunakan metode sekolah Barat, pada awalnya Ahmad Dahlan seringkali dicemooh, diolok-olok, bahkan dilabeli sebagai orang yang kafir.

Yang menuduhnya menggunakan dalil secara serta merta bahwa yang mengikuti tradisi orang kafir adalah bagian dari orang kafir. Kiai Dahlan menyikapinya dengan arif dan bijak.

“Hingga akhirnya beliau mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Kemudian disusul dengan pendirian organisasi perempuan pertama di Indonesia Aisyiyah tahun 1917, kemudian Hizbul Wathan yang melahirkan Bapak TNI Polri Jenderal Sudirman tahun berikutnya. Juga sederet organisasi otonom lain,” terang Haedar.

Setelah satu abad setelah pendirian tersebut, kata Haedar yang santun ini, dapat dilihat bahwa sistem pendidikan Islam modern di Indonesia berangkat dari gagasan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan.

Kini Muhammadiyah juga memiliki lembaga pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk wilayah yang minoritas Muslim. Sebut saja Universitas Muhammadiyah (UM) Kupang, UM Sorong, UM Jayapura dan lain sebagainya.

“Maka, sudah menjadi tugas kita untuk mengembangkan dunia pendidikan agar mampu melahirkan generasi berkemajuan,” tegasnya.

“Muhammadiyah harus mampu membangun ukhuwah dengan berbagai kelompok dan sesama anak bangsa. Baik itu yang seagama maupun berbeda agama. Karena tanpa persatuan, kita tak akan bisa membangun bangsa yang lebih baik,” pungkas Haedar.(end)

spot_img

Berita Terkini

Arikel Terkait