MCW Soroti Penanganan Pandemi COVID-19 di Kota Malang

MALANGVOICE – Malang Corruption Watch (MCW) menyoroti penanganan virus korona atau COVID-19 di Kota Malang, pasca pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Peningkatan jumlah kasus dinilai sebagai kegagalan Pemkot Malang.

Sebelumnya, jumlah warga Kota Malang yang dinyatakan positif COVID-19 pada hari terkahir pemberlakuan PSBB sebanyak 41 orang. Namun per 25 Juni 2020, jumlah pasien positif covid-19 di Kota Malang tembus 172 orang. Kekinian, berjumlah 197 orang konfirm positif, per 28 Juni 2020.

Koordinator MCW, Nursasi Atha, mengatakan idealnya, pasca diberlakukannya PSBB, jumlah pasien positif di Kota Malang seharusnya menurun. Sebaliknya, jumlah kasus justru meningkat signifikan. Per 24 Juni 2020, ada 169 orang pasien positif covid-19. Dalam tiga pekan pasca PSBB terdapat 128 kasus positif covid-19.

“Artinya, beragam kebijakan Pemkot Malang dalam upaya memotong rantai penyebaran virus sejauh ini tak berdampak signifikan bagi perlindungan masyakarat,” katanya, belum lama ini.

“Sebaliknya justru memperlihatkan kontradiksi yang mengarah pada kegagalan,” imbuhnya.

Ia melanjutkan, kebijakan yang dinilai sangat menonjol adalah tingginya alokasi anggaran COVID-19 sebesar Rp86 miliar. Jumlah tersebut dinilai tidak berbanding lurus dengan upaya Pemkot Malang dalam mencegah penyebaran virus.

“Sebaliknya justru meningkat. Selain itu, masalah lain yang juga penting disoroti adalah buruknya pengelolaan dokumen dan informasi publik oleh Pemkot Malang, utamanya berkaitan dengan anggaran,” jelasnya.

Atha menambahkan, dokumen RAK (Rencana Anggaran Kas) dan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) juga tidak pernah di-publish. Selain itu, dokumen refocussing ini tidak dapat diakses publik, hingga saat ini.

“Bahkan kabarnya DPRD pun belum menerima, serta Pemkot Malang tidak menanggapi permohonan informasi perihal anggaran COVID-19 yang diajukan MCW,” bebernya.

Pada Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat, pada bab IV tentang Pengawasan dan Pelayanan Hukum, di poin 4.1 ayat (3) dijelaskan bahwa dalam rangka transparansi dalam pemanfaatan anggaran Pengadaan Barang dan Jasa dalam penangganan keadaan darurat, masyarakat dapat melakukan pengawasan untuk memantau pelaksanaan Barang dan Jasa.

Selain itu, didalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tidak suatu hal yang melarang pemerintah daerah untuk tidak membuka dokumen realokasi APBD.

“Dengan demikian maka, beberapa kejanggalan di atas menjadi indikasi, Pemkot Malang sangat buruk dalam pengelolaan informasi publik selama pandemi,” urainya.

Selain itu, MCW menilai kinerja DPRD Kota Malang masih buruk dalam penanganan COVID-19 ini, hal ini akibat lemahnya melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemkot Malang dalam upaya pencegahan virus.

“Padahal secara konsep, DPRD Kota Malang dapat melakukan rapat kerja untuk meminta penjelasan dan pertanggungjawaban dari pemerintah daerah Kota Malang atas pelaksanaan recofusing kegiatan APBD dalam penanganan covid-19,” pungkasnya.(der)